|
Cover Buku Sebuah Rama Sebuah Cerita |
Suatu
hari aku di tugaskan oleh dosen mata kuliah Bahasa Indonesia, yaitu Bapak Agus
Ahmad Safe’i. beliau menugaskan kami membuat sebuah buku berbentuk
autobiografi. Kami sempat mengeluh karena merasa tidak yakin akan hal itu, kami
harus membuat buku minimal 125 halaman. Jelas kami protes pada waktu itu
mungkin karena kami belum mencobanya. Tapi seketika itu beliau tidak hanya
menugaskan saja, tapi juga memberikan banyak motivasi bagiku.
Secara
tidak langsung dalam sebuah petikan-petikan kisah aku dapat menyimpulkan bahwa
beliau sedang memberikan kami motivasi dan inspirasi.
Sebelumnya
aku memang kurang terbiasa menulis maka dari itu aku keberatan atas tugas yang
beliau berikan. Tapi dengan keyakinan dan rasa optimis yang tinggi akhirnya
Alhamdulillah tugas pembuatan autobiografi ini telah selesai di kerjakan.
Tugas
ini merupakan karya pertamaku dalam sejarah hidupku yang panjang. Aku bersyukur
bisa menyelesaikan tepat pada waktunya. Perlu di garis bawahi bahwa semua cerita
dalam buku ini merupakan kisah nyata dan bukan fiktif belaka.
Aku
hanya ingin menceritakan kisahku yang lumayan banyak mengalami pahit dan
manisnya kehidupan. Hingga akhirnya aku mendapatkan solusi dari semua
permasalahan hidupku. Dan Inilah kisahku.
14 Ramadhan
Pagi
itu cuaca sangat cerah dan udara sangat sejuk. Matahari masih malu-malu
menampakkan seluruh wajahnya. Kicauan burung-burung menambah indah suasana pada
pagi itu. Hari itu tepat hari sabtu tanggal 30 Maret 1991, kebetulan ketika itu
sedang dalam suasana bulan Ramadhan tepatnya tanggal 14 Ramadhan 1411 H.
Seperti biasanya suasana pagi pada
saat itu banyak aktifitas yang dilakukan orang-orang, seperti: ibu-ibu yang pergi
ke warung, canda tawa anak-anak yang sedang bermain, bapak-bapak yang pergi
bekerja dsb. Hal itu lah yang menghiasi setiap hari kehidupan pagi di desa
sukapura yang terkenal dengan desa yang aman, tentram, dan damai.
Desa ini terletak di kelurahan Sukapura
kecamatan Kiaracondong Bandung. tak jauh dari pasar impres Kiaracondong dan
stasiun kereta api Kiaracondong. Memang cukup strategis karena merupakan daerah
kotamadya. Desa ini terdiri dari sekitar 10.000 rumah yang berdempetan satu
sama lainnya, karena kawasan ini terkenal dengan kawasan padat penduduknya,
terbukti dengan jalannya yang kecil atau biasa kita sebut dengan ‘gang’.
Sebuah rumah sederhana bergaya
klasik tempo dulu berdiri di sana berderet satu sama lainnya dengan rumah
lainnya. Rumah ini di huni oleh sebuah keluarga besar dengan ayah yang bekerja
sebagai pegawai negri di PT. Pindad yang pada saat itu masih berstatus milik
pemerintah. Sedangkan sang ibu bekerja sebagai wirausahawan, dengan memiliki
sebuah warung di rumah tersebut. Maklum karena gaji seorang pegawai negeri pada
saat itu sangat kecil, oleh karena itu sang ibu ikut membantu suaminya untuk
menafkahi 11 orang anaknya.
Tampak seorang wanita bermur sekitar
25 tahun sedang menyapu halaman di depan rumah itu. Rahmah Nurhayani namanya,
adalah anak ke-7 dari pasangan pemilik rumah itu. Wanita yang akrab di sapa Nur
ini saat itu sedang dalam keadaan mengandung, yang memasuki usia kandungan 9
bulan lebih.
Sedang asik-asiknya menyapu
tiba-tiba nur merasakan sakit di perutnya, sepertinya nur akan segera
melahirkan hal ini di tandai dengan pecahnya air ketuban. Saat itu di rumah
hanya ada si ibu yaitu nengsih, karena ayah dan suaminya sedang bekerja sama
halnya dengan saudara-saudaranya.
Ibunya
pun langsung berusaha menenangkan nur yang saat itu sedang panik dan kesakitan.
Tidak tinggal diam sang ibu langsung mencari bantuan, tak lama kemudian seorang
tukang becak pun datang. Mang ajis biasa tukang becak itu di panggil, dia
adalah tukang becak langganan sang ibu yang setiap hari selalu mengantarkannya
pergi ke pasar. kemudian nur di bantu
ibunya naik ke becak mang ajis untuk di bawa ke puskesmas.
Nur di bawa ke sebuah puskesmas kecil
bernama babakan Surabaya yang letaknya lumayan dekat dengan desa tersebut. Meskipun
puskesmas itu kecil namun peralatan dan obat-obatan cukup memadai. Sesampainya
disana nur langsung di tangani oleh dokter dan di bawa ke sebuah ruangan
bersalin. Ketika itu waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB.
Sang
ibu tetap setia di samping nur karena ini merupakan kelahiran anak pertamanya.
Diliputi perasaan waswas (sedih, takut, tapi juga berharap kebahagiaan) saat
menunggu nur melahirkan. Namun sang ibu tetap berdoa dan berusaha untuk selalu
menenangkan nur.
Waktu
pun terus berlalu tak terasa adzan dzuhur segera tiba, jarum jam merapat pada
angka 11.55 WIB. Bersamaan dengan adzan dzhur, maka lahirlah anak pertama dari
pasangan Rahmah Nurhayani dan Samsuri. Laki-laki bisik seorang perawat kepada
sang ibu yang kali ini menjadi seorang nenek meskipun ini merupakan cucu yang
ke-12.
Ya,
bayi itu adalah aku. Aku dilahirkan tepat pada tanggal 14 Ramadhan. Berat
ketika aku dilahirkan adalah sekitar 3200 gr dengan panjang 49 cm, dengan
rambut hitam ikal dan kulit putih agak kemerahan khas seorang anak bayi yang
baru dilahirkan.
Setelah
aku dilahirkan kemudian perawat membersihkan lalu menidurkanku di sebuah box
bayi, setelah sebelumnya di perlihatkan terlebih dahulu pada nenek dan ibuku.
Kemudian nenek menghampiri dan mendoakanku, karena pada saat itu ayahku masih
bekerja dan belum mengetahui tentang kelahiranku.
Ibuku
sangat bahagia sekali karena aku dilahirkan secara normal, selain itu tanpa
cacat atau kekurangan sesuatu apapun. Ini merupakan momen yang paling berkesan
dalam hidupnya karena ini adalah proses kelahiran anak pertamanya yang mungkin
takkan pernah terlupakan sepanjang hidupnya. Selama 9 bulan lebih berjuang
hingga akhirnya membuahkan hasil yang takkan tergantikan dengan apapun. Sungguh
perjuangan yang luar biasa.
Ayahku
berumur 25 tahun, memang umur ayah dan ibuku sama hanya berbeda bulan saja. Saat
itu Ayahku bekerja di sebuah pabrik tekstil bernama Hakatex. Kebetulan ibuku
juga bekerja di pabrik tekstil juga namun berbeda pabrik. Ibuku bekerja di
pabrik yang bernama Dasatex, namun sedang cuti hamil mengingat umur
kandungannya yang sudah tua.
Waktu
berjalan begitu cepat, sekitar pukul 16.00 WIB ayahku pulang dari pekerjaanya.
Ayahku bekerja di bagian packing barang ekspor-impor, yang saat itu bekerja
secara non-shift. Setibanya di rumah, Ayahku mendapatkan kabar bahwa istrinya
melahirkan dari salah satu tetangga neneku, karena pada waktu itu Ayah dan
Ibuku tinggal di rumah Kakek dan Neneku. Setelah mendapatkan kabar gembira itu
Ayahku langsung bergegas menemui ibuku di puskesmas, tempat di mana aku di
lahirkan.
Perasaan
waswas meliputi dirinya, karena Ayahku belum mengetahui kabar kelahiranku
secara pasti. Ia hanya mendapat berita bahwa tadi pagi ibuku terlihat hendak
melahirkan, dan di temani oleh neneku.
Sesampainya
di puskesmas Ayahku langsung bertemu dengan neneku. Perasaan bahagia lelaki
yang akrab disapa Sam ini menyertainya ketika neneku bercerita panjang lebar
mengenai proses kelahiran hingga akhirnya aku di lahirkan. Ayahku kemudian
menghampiriku di ruang penyimpanan bayi, kemudian mendoakanku, agar kelak
menjadi anak yang sholeh dan berbakti kepada orang tuanya. Ini merupakan
pengalaman pertamnya menjadi seorang ayah.
Setelah
itu ayahku menghampiri Ibuku untuk melihat kondisinya. Sambil berkaca-kaca mereka
berdua dalam suasana haru bercerita tentang aku, karena tepat pada hari itu
mereka berdua menjadi seorang Ayah dan Ibu.
Kondisi
ibuku pun membaik karena tidak ada hal yang serius setelah proses kelahiranku,
hanya butuh 2 hari tepatnya pada hari senin aku dan ibuku pulang ke rumah
neneku. Pada saat itu Ibu dan Ayahku belum memiliki rumah sendiri jadi mereka
masih tinggal di rumah neneku.
Kedatangan
aku sebagai penghuni baru rumah itu di sambut dengan suka cita. Banyak sanak
saudara berdatangan untuk melihatku. Saat itu aku mendapatkan saudara baru,
karena aku menjadi cucu ke-12 dari neneku.
Anugrah Allah SWT
Pagi
indah di awal April. Matahari belum terbit utuh. Hanya sapuan warna jingga di
langit timur. Namun sepuluh hingga lima belas menit lagi semuanya akan berubah
menjadi cerah. Burung-burung berkicauan. udara dingin pun menyapa pagi. Inilah
pemandangan pagi khas kota bandung.
Hari sabtu yang cerah. Tepat 7 hari
setelah kelahiranku, diadakan akikah/syukuran di rumah neneku. Bukti syukur
kepada Allah SWT atas kelahiranku yang telah memberikan karunia terindah bagi
orang tuaku.
Seluruh sanak saudara berkumpul di
rumah neneku. Paman, bibi, serta sepupu datang dari berbagai kota. Diantaranya
Garut, Tasik, dan sebagian wilayah kota Jawa Barat.
Akikah untuk seorang anak laki-laki
biasanya dengan mengkurbankan dua ekor kambing, namun karena pada saat itu
keluargaku tidak memiliki uang yang cukup maka mereka hanya melakukan syukuran
saja. Maklum pada waktu itu gaji seorang buruh pabrik sangat minim.
Ketika syukuran rambutku dipotong
hingga gundul. Sudah tradisi di tatar sunda, seorang bayi setelah 7 hari biasa
rambutnya di potong dan di simpan.
Pada hari itu juga aku di beri nama
oleh kakeku. Kakeku bernama Adis Etjang adalah seorang laki-laki yang memiliki
ilmu agama yang cukup baik, karena setiap minggunya ia selalu rutin mengikuti
pengajian. Kakeku terlihat gagah di usianya yang menginjak kepala lima, hal ini
dikarenakan ia sangat gemar berolah raga dan menerapkan pola hidup sehat.
Dalam budaya sunda pemberian nama
selalu di tandai dengan membuat bubur merah dan bubur putih. Dengan persiapan
sebelumnya kakeku memberi nama Ramadhan Setia Nugraha. Tak ada nama lain untuk
bahan perbandingan. Kakeku langsung memberiku nama itu, yang kemudian di
setujui langsung oleh kedua orang tuaku.
Ada arti dalam namaku. Aku di beri
nama depan Ramadhan, karena aku dilahirkan ketika bulan Ramadhan tepat pada
tanggal 14 Ramadhan. Menurut bahasa Arab Ramadhan itu artinya membakar. Jadi
bulan ramadhan itu artinya bulan pembakaran dosa yang akhirnya menjadi nama
depanku.
Setia, adalah nama tengahku. Tidak
ada arti khusus karena kata ini menjadi kata yang tidak asing di telinga kita.
Menurut arti setia itu berarti patuh atau taat, tetap dan teguh hati dalam
suatu komitmen baik itu pertemanan, persahabatan, perhambaan, perkawinan dsb.
Nugraha menjadi nama terakhirku yang
di ambil dari kata Anugerah. Aku merupakan titipan sekaligus anugerah dari
Allah SWT. Menurut kamus besar bahasa Indonesia anugerah adalah pemberian dari
pihak yang sangat di hormati, dalam hal ini adalah sang pencipta.
Begitu luar biasanya nama yang di
berikan oleh kakeku. Nama adalah doa/cerminan diri seseorang, kakeku memberikan
namaitu supaya aku menjadi anak yang setia(patuh dan taat), menjadi pembakar
dosa yang berarti berhati mulia dan merupakan anugerah tak bernilai harganya
dari sang pencipta.
Kasih Sayang Bibi
Belum
genap satu tahun usiaku pada saat itu namun aku sudah sering di tinggalkan oleh
kedua orang tuaku, karena ayah dan ibuku bekerja. Jam kerja secara sfit membuat
ibuku tidak tentu setiap malam ada di rumah. Hal itu membuatku sering menangis
bahkan mengamuk karena ibuku jarang memberiku ASI.
Apabila
ibu dan ayahku sedang bekerja aku sering di rawat oleh bibiku. Bi bibah biasa
ia di panggil, dia adalah adik ketiga dari ibuku. Dia seorang yang baik dan
berhati lembut. Ketika itu bibiku belum menikah dan belum bekerja jadi ia tidak
memiliki kesibukan apapun.
Hampir
setiap hari aku ditinggalkan oleh orang tuaku dan hampir setiap hari juga aku
di asuh oleh bibiku. Dari urusan seperti makan, buang air, sampai mencuci
pakaian ku, itu di lakukan oleh bibiku. Oleh karena itu aku lebih dekat dengan
bibiku. Namun hal yang tidak bisa bibi berikan adalah masalah ASI.
Hingga
pada suatu malam setelah aku di tinggal oleh Ibuku bekerja, aku bangun dan
mengamuk karena ingin menyusui. semua penghuni rumah bangun karena tangisanku
kakek, nenek, paman, bibi. Tak ada yang bisa menenangkanku karena yang ku mau
hanyalah ASI, bi Bibah pun tak bisa membuatku diam.
Aku mengamuk dari jam 10 malam
sampai jam 5 subuh hingga membuat semua penghuni rumah tidak bisa tidur. Telah
berbagai cara mereka semua membujukku, namun tak ada hasil yang dapat membuatku
berhenti sejenak. Hingga akhirnya ibuku pulang dan aku pun berhenti menangis.
Bibiku menceritakan semua hal yang
aku lakukan kepada ibuku ketika dirinya tidak di rumah tadi. Waktu itu usiaku
sudah 1 tahun dan tepatnya setelah peristiwa itu ibuku memutuskan untuk keluar
dari pekerjaannya karena hal ini atas saran ayahku. Ayahku khawarir aku akan
kehilangan kasih saying seorang ibu dan merasa tidak enak kepada bibiku yang hampir
setiap hari mengasuhku.
Setelah kejadian itu kami sekeluarga
pindah ke Baleendah daerah sekitar Bandung Selatan. Ayahku mengontrak sebuah
rumah kecil disana. hal ini dilakukannya agar dekat dengan pabirk di mana ia
bekerja yaitu di Dayeuh Kolot. Namun belum sampai setahun kami sekeluarga
memutuskan untuk kembali ke rumah neneku dengan alasan tidak betah.
Kami
kembali di sambut oleh neneku. Sebenarnya kami malu karena harus kembali lagi
kerumah ini, tapi kata neneku pintu rumahnya akan selalu terbuka untuk
anak-anaknya. Rutinitas pun kembali dijalani seperti pada waktu itu, namun
perbedaanya kali ini ibuku selalu meneman dan merawatku.
Kepindahan kami pun disambut bahagia
oleh bibiku, karena ia merasa kesepian sepeninggalan kami sekeluarga, terutama
ia sangat rindu rindu kepadaku. Akupun masih sering di asuh oleh bibiku
bermain, ketika ibuku ada kesibukan. Bibiku menyayangiku seperti kepada anaknya
sendiri begitupun halnya dengan aku yang sudah menganggap dia seperti ibu
keduaku.
Pada usia sekitar 2-4 tahun, hal
yang paling aku ingat yaitu, selalu di ajak oleh neneku pergi ke Pasar. Nenekku
adalah seorang wirausahawan dengan cara membuka warung di rumahnya, otomatis
hampir setiap subuh ia selalu pergi ke pasar untuk berbelanja. Tak lupa nenekku
selalu mengajakku pergi bersamanya.
Diusiaku yang terbilang sangat muda,
aku sangat senang diajak pergi ke pasar. Hal ini merupakan pengalaman baru, karena
sebelumnya aku belum mengetahui apa pasar itu. Setelah diajak oleh neneku aku
hanya tahu di pasar itu banyak orang-orang yang berjalan-jalan, saling
bertransaksi, kotor, bau, ribut, penuh dan sesak. Meskipun belum mengerti
tetapi aku sangat senang setiap diajak oleh nenekku pergi ke pasar, karena aku
sering dijajani olehnya, maklumlah nak kecil seusiaku pada waktu itu paling
suka dengan jajan. Banyak teman-teman nenekku mengenal diriku yang sangat lucu
ini.
Selain dengan nenekku, aku pun
sangat dekat dengan kakekku. Karena dia sering mengajakku pergi jumatan. Hal
yang sama dengan pasar ini adalah sesuatu
yang baru dalam hidupku. Saat itu aku heran karena belum
mengetahui sholat, aku hanya mengikuti gerakannya saja sesuai perintah kakekku.
Aku heran saat itu karena dalam sebuah ruangan(masjid) itu di penuhi oleh
orang-orang yang melakukan gerakan yang bersamaan. Meskipun belum mengetahui
secara jelas aku pun senang di ajak oleh kakeku. Banyak pula teman-teman
kakekku yang mengenalku, tak jarang setiap kali aku tak diajaknya banyak
teman-temannya yang menanyakanku.
Hijrah
Tujuan
hijrah adalah mencari tempat yang lebih baik. Keluarga kami sudah terlalu lama
tinggal di rumah Nenekku. Bukan berarti tinggal di rumah Nenekku tidak baik
namun Ayahku merasa tidak enak apabila terus menerus tergantung pada mertuanya.
Hingga akhirnya kami memutuskan untuk pindah, agar keluarga kami bisa mandiri.
Waktu
itu tahun 1995 sekitar bulan November, ketika usiaku 4 tahun. Kami sekeluarga memutuskan
untuk pindah ke daerah Bandung Timur, tepatnya Rancaekek. Rancaekek merupakan
kabupaten, jd bisa di sebut desa Rancaekek.
Bukan hal yang asing ketika aku mendengar kata
Rancaekek, karena sebelumnya aku sering main ke Rancaekek. Di sana tinggal
beberapa saudara dari ibuku, diantaranya: Wa Endang tinggal di Haur Pugur, Wa
Titik di Perum Kencana, dan Bi Emis di Dangdeur.
Kami pun memilih tinggal di dekat
rumah kakak perempuan Ibuku yaitu Wa Titik, di kompleks Bumi Rancaekek Kencana.
Rumah kami pun berdekatan, hanya terhalang beberapa rumah saja. Alasan orang
tuaku memilih tinggal di sana karena faktor keamanan dan akses jalan yang
terbilang sangat mudah di dukung dengan adanya Stasiun Kereta Api Rancaekek dan
dekat dengan jalan raya.
Meskipun kami sudah tidak tinggal
dengan Nenekku, namun kami masih sering berkunjung kerumah Nenek. Maka dari itu
kami memilih tempat tinggal yang akses jalan yang mudah.
Kami masih mengontrak rumah, karena
saat itu Ayahku belum mampu membeli rumah. Rumah yang
cukup nyaman untuk sebuah keluarga kecil, bertipe 21 terdiri
dari ruang tamu, 1 kamar tidur, dapur dan kamar mandi.
Pada
saat itu komplek ini merupakan perumahan terbesar se-Asia Tenggara. Tata letak
bangunannya pun sangat teratur dan rapih. Kami tinggal tepatnya di blok 4 jalan
Tulip. Kompleks ini terdiri dari 16 blok dan setiap bloknya di beri nama bunga.
Dari arah pintu masuk komplek berjajar ruko-ruko yang biasanya ramai pada sore
hari. Sepanjang sisi jalan di tanami pohon palm yang berjajar sama tinggi.
Jalan pun tidak menggunakan aspal melainkan menggunakan paping blok. Sungguh
indah suasana komplek pada saat itu. Sama sekali tidak menggambarkan suasana
pedesaan, padahal Rancaekek merupakan kabupaten.
Berbeda
dengan Kiaracondong yang merupakan daerah perkotaan, namun dari tata letak
rumah pun terkesan kumuh dan padat. Disisi lain aku sangat merindukan suasana
di sana, karena kebersamaannya khas penduduk pedesaan. Sebaliknya di Rancaekek
orang-orang terlihat individualistis seperti penduduk perkotaan.
Satu lagi keunggulan setiap komplek,
yaitu system keamananya. Terbilang cukup ketat, setiap blok memiliki portal di
pintu masuknya. Tak lupa satpam yang
selalu berjaga selama 24 jam di setiap pos dekat portal. Tamu di usahakan harus
selalu melapor 24 jam.
Kepindahan kami ke Rancaekek pun di
ikuti dengan keluarnya Ayahku dari pekerjaannya. Memang pada saat itu
keputusannya untuk keluar dari pekerjaannya sudah bulat dengan alasan sudah
tidak betah dan terlalu lelah, karena ia bekerja di bagian packing yang
menuntut dirinya harus mengangkut barang-barang puluhan kilo gram.
Seelah keluar dari pekerjaannya
Ayahku bekerja dengan system free lance di perusaan tekstil, bagian gambar
disain. Perusahaan kecil ini milik Wa Amir yang tidak lain adalah kakak
iparnya. Dia adalah suami Wa Titik, kakak Ibuku.
Perusahaan ini bergerak di bidang
desain tekstil namun masih berbentuk C.V. saat itu karyawannya saja masih
berjumlah 4 orang termasuk Ayahku. Sistemnya wa Amir mengambil order dari
pabrik, bisa berupa kain atau bahan jadi seperti kameja dan sarung. Kemudian
setelah itu orderan tersebut di gambar ulang oleh karyawannya. Prosesnya cukup
lama karena pada waktu itu masih dengan proses manual.
Tahapannya pertama menggambar motif
di sebuah plastik yang cukup tebal, dengan menggunakan
kuas dan tinta. Motif yang biasanya di kerjakan yaitu motif
batik, sarung dan berbagai gambar berpola. Setelah di gambar di plastik yang
ukurannya sudah di tentukan tersebut, kemudian di masukkan pada cairan kimia
agar gambar menyatu dengan plastiknya. Cukup rumit memang. Ayahku menggeluti
pekerjaan ini sampai dengan saat ini. Lain dulu lain sekarang, saat ini sudah
menggunakan system komputerisasi. Disanalah awal mula perjuangan keluarga kami
menempuh pahit manisnya kehidupan, karena menjadi seorang free lancer harus
siap apabila kerjaan tidak menentu.
Masa Kanak-kanak
Perjalanan
hidup yang cukup panjang, tak terasa usiaku sudah menginjak 5 tahun, Waktunya untukku
masuk TK (Taman Kanak-kanak). Aku di sekolahkan di TK Harapan Putra, terletak
di Blok 13 Jalan Seroja. Lumayan jauh dari tempat tinggalku yang berada di blok
4. Diperkirakan jaraknya sekitar satu kilometer.
Saat itu Aku belum mengerti, mengapa
ibuku menyekolahkanku disana. bila dipikir-pikir buat apa sekolah jauh-jauh
jika masih ada sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggalku. Setelah
kutanyakan pada Ibuku ternyata TK Harapan Putra itu punya keunggulan dalam
proses pembelajaran. Seorang ibu memang menginginkan yang terbaik untuk
anaknya.
Teman-teman sebayaku yang tinggal di
blok 4 pun mengikutiku sekolah di TK Harapan Putra. Mereka adalah Firman, Suci
dan Icha. Sedangkan Imam memilih sekolah di TK Darul Hikam. Memang pada waktu
itu kedua TK ini salah satu yang terbaik dan patut di perhitungkan kualitasnya
di komplek kami.
Akan ku perkenalkan temanku
satu-persatu. Yang pertama adalah Firman, anaknya bertubuh kecil dan berkulit
hitam. Meskipun kecil namun dia orangnya jahil dan nakal, dia paling suka
bermain badminton. Letak rumahnya cukup jauh dari rumahku namun meskipun dia
nakal tapi tetap baik kepadaku.
Yang kedua adalah Imam, perawakannya
tinggi besar namun tidak terlalu gemuk. Kulitnya putih dan matanya bulat besar.
Sifatnya baik dan mudah bergaul dengan siapa saja, namun dia punya sifat jelek
yaitu pemarah dan egois.
Kemudian
yang ketiga adalah Suci, badanya proporsional di usianya. Kulitnya putih dan
matanya sipit seperti orang cina, padahal dia bukan keturunan cina. Suci sering
menjadi sasaran kejahilan Firman, meskipun demikian dia sangat baik dan ramah.
Dia anak yang cerdas dan pintar.
Dan yang terakhir adalah Icha,
sebenarnya nama aslinya adalah risha namun akrab di sapa icha oleh keluarganya.
Icha ini memiliki kulit sawo matang, sifatnya baik, penurut, dan lucu karena
tubuhnya kecil mungil.
Kami berlima sering bermain bersama.
Hal yang paling Aku ingat ketika itu adalah setiap sore kami bermain badminton
bersama di pinggir jalan, karena pada masa kecilku olah raga yang paling populer
adalah badminton. Meskipun tidak jago dan acap kali kok selalu nyangkut di
pohon mangga namun kami tak pernah bosan untuk memainkannya.
Kemudian permainan yang tak pernah
kami lewatkan adalah bermain masak-masakan, biasanya bermain di rumah Icha. Kami
membuat alat-alat masak dari barang yang sudah tidak di gunakan, contohnya
wadah agar-agar yang kecil di jadikan centongnya sedangkan daun menjadi
piringnya. Masakan yang paling sering kami buat adalah kue yang terbuat dari tanah
merah. Caranya cukup mudah, tanah yang lumayan padat di bentuk menjadi kue-kue
yang kita inginkan, kemudian di jemur sampai akhirnya kering seperti kue coklat
asli, ingin rasanya Aku memakannya.
Pada saat itu belum ada Playstation
atau game-game online yang tersebar di warnet-warnet. Modernisasi tidak seperti
saat ini yang memaksa setiap anak kecil memiliki dan bisa menggunakan
handphone, padahal hal itu tidak baik untuk proses tumbuh kembangnya. Anak-anak
akan mudah emosi karena permainan saat ini cenderung kasar. Kemudian selain itu
permainan tersebut membuat mereka cenderung menjadi pribadi yang individualis,
karena praktis apabila sudah kena candu mereka akan jarang berkomunikasi dengan
teman-teman di sekitarnya. Setiap waktu hanya dihabiskan dengan bermain di
dunia maya saja.
Selain bermain dengan Firman, Imam,
Suci, dan Icha, Aku pun sering bermain dengan sepupuku Yaitu Firdaus Alvarisy
dan Putri Risya Nafillah. Firdaus atau biasa di panggil ade ini adalah adik
dari Putri. Mereka adalah anak dari Wa Amir dan Wa Titik, otomatis mereka
adalah kakakku.
Putri atau akrab di sapa icha, ini
berusia 6 tahun lebih tua 1 tahun dariku. Panggilannya sama dengan temanku
icha, karena putri juga memiliki nama tengah risya jadi di panggil icha.
Kulitnya sama-sama sawo matang, rambutnya pendek sebahu. Dia sering menangis
oleh adiknya yang nakal itu, tapi dia anak yang baik dan penurut.
Icha bukan satu-satunya anak Wa
Titik ada Firdaus atau Faris yang saat itu berumur 3 tahun berbeda usia 2 tahun
denganku. Ade memiliki sifat pemarah, nakal, dan manja maklum dia adalah anak
bungsu. Dia anak kesayangan Wa Amir, karena mungkin selain dia anak bungsu dia
juga merupakan anak laki-laki yang merupakan kebanggaan ayahnya. Sebenarnya aku
yang semestinya di panggil ade olehnya karena dilihat dari orang tua kami yang
beradik kakak. Namun karena dia terbiasa di panggil ade oleh keluarganya jadi
Aku pun mengikuti memanggilnya dengan panggilan ade.
Bermain
dengan ade butuh kesabaran karena bila membuatnya menangis saja Aku sering
dimarahi oleh Wa Amir. Pernah suatu hari aku bermain mobil-mobilan dengan ade
di rumahnya. Sedang asik-asiknya bermain tiba-tiba mobil-mobilan miliknya patah
dan rusak, kemudian dia menangis sekencang-kencangnya hal ini membuat Wa Amir
terbangun dari tidurnya, karena setiap pekerjaannya sering di kerjakan pada
malam hari begitu pun dengan Ayahku. Jadi biasanya siang hari Wa Amir tidur. Wa
Amir bangun dari tidurnya kemudian memarahiku karena dia menyangka Aku yang
membuat ade menangis. Dengan matanya yang merah, Suaranya kencang dan sering
kali mengeluarkan kata-kata yang kasar bahasa sunda terhadapku. Aku pun
kemudian di usir olehnya keluar dari rumah itu. Aku heran karena Aku tidak
bersalah, hal itu membuatku menangis. Maklum lah seorang anak kecil di usiaku
pada waktu itu yang tidak memiliki daya apa-apa hanya bisa menangis setelah di
marahi. Disana awal mula Aku merasa takut kepada Wa Amir, hubungan kami tidak
sedekat paman dan keponakannya.
Sedikit gambaran, perawakan Wa Amir
ini tinggi kurus. Tingginya sekitar 175 cm, badannya kurus. Wajahnya terlihat
sinis dan menyeramkan. Wataknya keras dan terlihat pemarah, tidak banyak bicara
namun sekali bicara biasanya menyakitkan hati.
Namun di balik itu semua apabila
kita mengenali lebih jauh, ternyat dia sangat baik. Bahkan Aku menganggap dia
adalah manusia yang paling baik di dunia ini. Memang sedikit hiperbola, tapi
ini kenyataan. Keluargaku sering di bantunya dalam masalah ekonomi contohnya,
waktu itu Ayahku sedang tidak punya uang karena orderan sepi. Wa Amir pun
datang membantu dan memberi uang kepada Ayahku dan hampir setiap bulan dia
sering memberiku uang sekedar untuk jajan. Itulah mengapa Aku menyebutnya
manusia paling baik di dunia ini.
Manusia memang tidak ada yang
sempurna. Kadang di balik fisik yang menyeramkan, tertanam sifat yang baik dan
santun. Begitu pun sebaliknya, banyak juga orang yang berwajah manis namun
hatinya keras dan
jahat. Seperti pepatah Inggris mengatakan “don’t judge the book by the cover”.
Artinya jangan menilai buku hanya dari sampulnya. Ungkapan tersebut menerangkan
bahwa seseorang tidak bisa di nilai hanya dari luarnya saja. Belum tentu isi
hati seseorang sama dengan luarnya.
Dalam hal ini Allah memang telah
menciptakan manusia dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Manusia tak ada
yang sempurna kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
TK Harapan Putra
Pada
bab sebelumnya sempat di bahas sedikit mengenai masalah pendidikanku yang
memilih bersekolah di TK Harapan Putra. Sesuai dengan namanya sekolah ini
menjadi harapan bagi putra-putrinya. Harapan orang tua yang ingin melihat
anknya suskses dikemudian hari, Amin.
Satu lagi pengalaman baru dalam
hidupku, yaitu sekolah. Tak ada bayangan apapun di benakku ketika mendengar kata
sekolah. Hanya saja ibuku bercerita bahwa di sekolah itu tempat untuk belajar,
bertemu dengan guru-guru, teman-teman sekaligus tempat bermain.
Gambaran tentang sekolahku yang
pertama ini. Sekolahan yang dimiliki oleh Bu Ati yang juga menjadi kepala sekolah
ini terletak di jalan Seroja Blok 13 memiliki 3 kelas. Kelas yang pertama yaitu
kelas A merangkap dengan ruang guru. Di dalamnya terdapat banyak mainan anak,
seperti; puzzle, boneka, kertas lipat dll. Kelas ini di ajari oleh Bu Aan.
Kemudian kelas B. kelas ini terdapat
di tengah-tengah, diapit oleh kelas A dan C. kelas yang diajar oleh Bu Sri ini di
dalamnya hanya terdapat banyak bangku, meja dan papan tulis. Dindingnya di
gambar pemandangan serta binatang-binatang satwa.
Dan yang terakhir adalah kelas C,
kelas bagian Bu Ani. Kelas ini sering digunakan sebagai tempat mengaji TPA
setiap sore harinya. Inilah salah satu kelebihan lain dari TK Harapan Putra
yaitu kegiatan mengajinya setiap hari. Jadi anak-anak tidak hanya di bekali
urusan duniawi saja namun spiritualnya pun diajarkan.
Arena
bermainnya pun cukup komplit, dari mulai perosotan, ayunan, jungkat-jungkit,
terowongan dll. Tk ini sebelumnya adalah rumah biasa, namun karena hendak
dijadikan sebuah Tk maka Bu Ati membeli rumah sebelahnya, dengan demikian
tempatnya menjadi luas.
Hari pertama masuk Tk tidak ada rasa
gugup sama sekali. Wajar lah anak kecil di usiaku saat itu belum memikirkan
rasa malu. Aku masuk ke kelas B yang di ajar oleh Bu Sri. Aku langsung akrab
dengan teman-teman kelasku, diantaranya; Angga, Iqbal, Didit, Satria
dan masih banyak lagi teman-temanku yang tak bisa aku sebutkan namanya satu
persatu.
Salah satu teman yang paling menyita
perhatian ku adalah Satria. Ia memiliki badan yang sangat besar, sangan berbeda
dengan anak-anak seusianya. Berat tubuhnya mencapai 65 kilogram. Kulitnya hitam
wajahnya pun seram. Namun sebenarnya dia pribadi yang periang dan lucu. Menurut
info Satria selalu makan mi instan dengan telur hampir setiap malam sebelum
tidur. Mungkin hal ini yang membuatnya menjadi gendut.
Ada kejadian menarik yang paling Aku
ingat mengenai Satria. Waktu itu pelajaran olah raga, satu persatu anak-anak
masuk ke dalam terowongan yang dibuat dari ban bekas. Semua anak berhasil
melewati terowongan tersebut, hingga tiba giliran Satria melakukannya. Dengan
susah payah dia memasukkan kepala dan bahunya, namun sial badannya tidak bisa
masuk melewati ban tersebut. Akibatnya dia tersangkut di terowongan tersebut,
ia tak bisa mundur kembali apalagi maju. Teman-temannya tertawa melihat Satria
yang kesulitan melewati ban itu, sampai ibu-ibu yang sedang menunggu
anak-anaknya pun tertawa melihatnya. Beberapa menit kemudian dengan susah payah
akhirnya Satria bisa keluar dengan di bantu guru-guru Tk.
Setelah kejadian itu kami sering
menyuruh dia melewati terowongan itu namun Satria sepertinya sudah trauma pasca
kejadian yang menimpanya itu.
Dua bulan sudah setelah aku
bersekolah di Tk Harapan Putra. Kami sekeluarga pindah ke blok 11, tepatnya ke jalan
Tanjung III Nomor 10. Kami pindah karena masa kontrakan kami sudah habis. Sebelumnya
di tulip kami mengontrak rumah hanya selama satu tahun. Kami pindah ke blok 11
dengan alasan agar bisa dekat dan mudah pergi
ke sekolah.
Saat itu Ibuku sedang mengandung
anak yang kedua, yaitu calon adikku. Sebelumnya Ayahku lah yangsering
mengantarkanku pergi ke sekolah dengan sepedahnya. Namun dengan berpindanya
kami ke blok 11 kali ini Ibuku yang sering mengantarkanku pergi ke sekolah,
bahkan sampai menungguku hingga pulang sekolah.
Tapi
memasuki pertengahan tahun di TK ibuku jarang mengantarkanku mengingat usia
kandungannya pada waktu itu sudah memasuki bulan ke tujuh. Akhirnya aku selalu
di titipkan pada tetangga yang kebetulan anaknya juga di sekolahkan disana,
yaitu temanku janjan.
Kebetulan ketika keluarga kami
pindah ke blok 11, keluarga wa Amir pun pindah ke blok 12 namun mereka membeli
rumah itu berbeda dengan keluargaku yang hanya mengontrak. Jarak antar rumahku
dengan rumah wa Amir cukup dekat meskipun berbeda blok.
Minggu pagi yang cerah, setiap
minggu di komplekku biasanya ada pasar kaget yang terletak di depan sebua SMP
Negeri. Ada senam aerobik di tambah music pendukung juga penjual segala macam
barang maupun makanan. Ada gula ada semut, hal yang mungkin dapat di gambarkan
di sana, karena dimana ada penjual disana pasti ada pembeli. Orang-orang saling
berdesakan bermaksud untuk olah raga atau mencari barang untuk di beli.
Hari Minggu waktunya untuk bermain
untukku, hari yang sangat di nantikan dan di tunggu-tunggu oleh anak seusiaku.
Aku baru saja dibelikan sepeda roda dua oleh ayahku. Sebagai seorang pemula sepedaku
diberi dua roda tambahan yang dipasang di kanan dan di kiri sepeda, tepatnya
diantara roda belakang.
Di hari libur ini ku pergunakan
waktu untuk belajar sepeda. Setelah aku coba ternyata cukup mudah, karena
sepeda tidak akan jatuh. Tak lama aku sudah mahir karena sebelumnya aku memang
sudah bisa naik sepeda roda tiga. Aku bermain di depan rumah faris, panggilan
lain saudaraku yang bernama firdaus. Di depan rumah faris jarang ada kendaraan
lewat, di tambah tempatnya sepi dan sejuk karena rumahnya menghadap ke sebuah
lapang sepak bola.
Kebetulan saat itu rumah faris akan
segera di bangun dengan demikian di depan rumahnya terdapat tumpukan batu koral
yang di letakkan dekat selokan sebelah lapang. Saat itu aku bermain sepeda
bersama faris, sedang asyik-asyiknya bersepeda tak lama sepedaku oleng aku pun
panik hingga akhirnya aku masuk selokan bersamaan sepedaku, sialnya kepalaku
membentur batu koral yang tertumpuk. Tepat di atas mata kiriku robek dan
mengeluarkan banyak darah.
Faris yang saat itu melihat aku
terjatuh langsung menangis dan berteriak “darah…darah….!!!”. Aku berdiri
setelah terjatuh aku pun heran melihat Faris yang menangis. Seketika itu aku
tidak menangis, namun saat aku mengetahui dan sadar bahwa pelipisku berdarah,
tangisanku pecah pada saat itu. Mungkin karena panik, tapi anehnya aku tidak
merasakan rasa sakit apapun, hanya sedikit pusing hal itu karena aku
mengeluarkan darah terlalu banyak.
Wa Amir dan Ayahku pun datang,
mereka panik dan langsung membawaku ke rumah sakit terdekat. Kami berangkat
dengan menggunakan mobil Wa Amir. Aku tak henti-hentinya menangis selama di
perjalanan mengingat mengapa darahku tak henti-hentinya keluar dari pelipis
mata kiri ku.
Sesampainya di rumah sakit aku
langsung di bawa ke sebuah ruangan, sepertinya ruang UGD. Aku di kerubungi oleh
orang-orang yang berbaju serba putih. Mungkin itu dokter beserta susternya.
Suster langsung membersihkan darahku,
sedangkan dokter memberikan suntikan penghilang rasa sakit dekat luka robek
dekat mata. Rasanya sakit sekali, di tambah dengan jahitan di lukaku. terasa
perih sampai aku menangis sekencang-kencangnya.
Kata dokter lukaku didapati 4
jahitan. Ternyata kecil ya? Namun darahnya banyak sekali. Setelah itu lukaku di
perban, awalnya merasa tidak nyaman sih karena agak menutupi mata, tapi tak apa
lah ini demi kesembuhanku juga.
Pengalaman yang dapat di ambil dari
kejadian itu membuatku lebih berhati-hati dan tidak sok jago saat bermain
sepeda. Paska kecelakaan itu tidak ada rasa trauma untuk bermain sepeda justru
lebih semangat dan lebih hati-hati agar tidak terjatuh lagi.
Tak terasa masa di TK Harapan Putra
sudah memasuki akhir tahun ajaran. Beberapa hal yang biasanya di lakukan di TK
maupun sekolah lain adalah mempersiapkan acara “Paturai Tineung” atau acara
perpisahan. Di TK kami biasanya ada perayaan/upacara pelepasan anak didik
sebagai simbol dari acara perpisahan tersebut.
Pada waktu itu aku di persiapkan
sebagai seorang penari grup yang terdiri dari 5 orang. Bersama yang lainnya
hampir setiap hari setelah acara belajar mengajar selesai, kami selalu latihan
menari mempersiapkan untuk acara “Paturai Tineung”. Kami di pandu oleh Bu Sri
dengan gerakan-gerakan yang sangant lucu khas anak kecil. Aku masih ingat lagu
yang mengiringi tarianku adalah lagu si lumba-lumba. Dengan tempo cepat lagu
tersebut kami meliuk-liukan tubuh bagaikan lumba-lumba. Banyak di antara kami
merasa senang dengan aktivitas ini namun ada juga yang masih kurang antusias.
Hari pun semakin dekat kami semakin giat saja berlatih, hingga akhirnya
tiba saat dimana acara Paturai Tineung pun berlangsung. Acara ini di gelar di
sebuah aula/gor, bermaksud supaya bisa menampung orang tua murid yang di
pastikan datang memenuhi undangan.
Acara di mulai dari sambutan kepala
sekolah dan perwakilan guru-guru, kemudian di isi pula pembacaan ayat suci
Alquran. Acara pelepasan anak murid pun berlangsung lancar, dan tiba lah
saatnya acara hiburan. Acara yang paling di nantikan oleh anak-anak serta Orang
tua murid. Kami berlima pun di panggil ke atas panggung, hendak mengeluarkan
segenap kemampuan kami setelah latihan berminggu-minggu lamanya.
Musik pun dinyalakan, perlahan kami
menselaraskan gerakan satu sama lainnya. Jujur aku merasa grogi jika di saksikan
oleh semua orang seperti ini, yang lainnya pun demikian. Gerakan yang tadinya
serasi pun berubah menjadi sedikit kacau karena ada beberapa gerakan yang tidak
sesuai dengan yang di ajarkan oleh Bu Sri. Kami pun di tertawakan oleh
para penonton tapi kami terus berusaha
memperbaikinya, sampai musik pun berhenti, tanda selesai.
Akhirnya kini acara sudah memasuki
penutupan yang membuat Kami sedih adalah karena perpisahan ini. Banyak hal dan
pengalaman yang Aku dapatkan dari sekolah TK ini. Yang sebelumya tidak tahu
menjadi tahu, yang sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti, dan yang
sebelumnya tidak jelas menjadi jelas. Selain itu dari TK Aku mendapatkan banyak
teman-teman yang sangat baik dan mengasyikkan.
Sekolah Tk adalah awal atau batu
loncatan pertama dalam hidupku untuk melakukan hal yang lebih baik, semangat
dalam mengerjakan suatu hal apapun. Karena di sini awal mula Aku bermimpi.
Penghuni Baru
Ibuku saat itu sedang
hamil dan telah memasuki usia kandungan yang ke-9 bulan, tepatnya pada bulan
Maret. Kami sekeluarga pun berencana mengunjungi rumah nenek di Kiaracondong.
Kami sekeluarga pergi naik kereta api sekitar jam 09.30. belum ada firasat
apapun mengenai kehamilan ibuku yang terlihat biasa-biasa saja.
Barulah ketika sampai di
rumah nenek ibuku baru merasakan sakit perut dan mengeluarkan air ketuban yang
nampaknya sudah pecah. Aku jelas ketakutan melihat hal itu, perasaan was-was
meliputi hatiku, karena baru pertama kali aku melihat orang yang akan
melahirkan dan itu adalah ibuku.
Yang ada di benakku, ibuku
akan melahirkan dan aku akan memiliki adik, yang akan menjadi saudara sekaligus
teman bermain di rumah. Jelas ini adalah hal yang baru dalm hidupku.
Kemudian ibuku dibawa oleh
ayahku, kakak sepupuku A Toni, serta para tetangga nenekku. Kurang lebih 5
orang membawa ibuku ke sebuah angkot yang sudah di carter sebelumnya oleh
pamanku yaitu Mang Asep. Mang Asep pula yang menyetir angkot tersebut.
Ibuku dibawa ke Rumah
Sakit Muhammadiyah Bandung. Berbeda dengan tempatku di lahirkan dulu, rumah
sakit ini terbilang sangat bagus dan mewah. Jelas saja, tempatku di lahirkan
dulu adalah sebuah puskesmas sedangkan ini adalah rumah sakit yang cukup besar.
Mungkin ayahku mengharapkan yang terbaik demi kelancaran proses kelahiran
adikku.
Hari itu tepat pada hari
Jumat tanggal 28 Maret 1997. Proses persalinan di mulai pada waktu Dzuhur tiba
yaitu ketika ibadah jumat dilaksanakan. Ayahku dan A Toni pun segera jumatan
sedangkan aku tinggal di rumah nenek. tepat pukul 15.25 akhirnya adikku
dilahirkan, aku resmi menjadi seorang kakak.
Ayahku yang sedari tadi
mondar-mandir di depan ruang bersalin dengan asap rokok yang tiada henti
membumbung tinggi di langit-langit rumah sakit, sangat berbahagia menyambut
kelahiran putranya yang ke-2 ini. Adikku berjenis kelamin laki-laki. Kemudian
bergegaslah ia melihat adikku di ruangan tersebut.
Adikku lahir tidak seperti
kebanyakan bayi yang di lahirkan secara normal. Meskipun prosesnya normal tapi
adikku lahir dengan posisi kaki terlebih dahulu, berbeda dengan bayi biasanya
yang apabila di lahirkan dengan kepala terlebih dahulu. Selain itu di tubuh
adikku banyak sekali bulu-bulu halus terutama di kepala. Tapi di luar itu
semua, dokter mengatakan bahwa adikku normal.
Keesokan harinya ibuku
pulang dari rumah sakit tersebut. Kondisi keduanya sudah membaik. Kami semua
menyambut kedatangan ibuku beserta penghuni baru yaitu adikku dengan penuh suka
cita.
Tapi kami di kagetkan
dengan adanya benjolan kecil di dekat telinga adikku. Ibuku sempat menanyakan
hal ini kepada dokter, katanya harus dilakukan pengangkatan dengan jalan
operasi. Tapi hal itu urung di lakukan mengingat keuangan keluarga pun tidak
mencukupi.
Tapi atas izin Allah
seiring berjalannya waktu benjolan itu lama-lama menghilang karena ibuku selalu
mengusap benjolan tersebut dengan air liurnya hampir setiap subuh. Air liur ibu
memang obat yang sangat mujarab menurut mitosnya.
7 hari berlalu selepas
masa persalinan, kini tiba saatnya adikku di beri nama dan di Aqiqah. Namun
seperti biasa kami tidak menyembelih kambing karena sekali lagi kondisi
keuangan tidak berpihak pada keluargaku. Kami pun mengadakan acara makan nasi
tumpeng bersama para keluarga dan tetangga di rumah nenek.
Kakekku berperan kembali
dalam pemberian nama kepada adikku yang sebelumnya juga memberi nama kepadaku.
Semula ibuku ingin memberi nama Rafli atau Zulkifli, tapi kakekku tidak
menyetujuinya. Hingga akhirnya terpilihlah nama yang cocok dan sesuai.
Ridho Fathurrahman, itulah
nama adikku. Memberian sang kakek. Ridho itu artinya Ikhlas, sedangkan
fathurrahman itu adalah pemurah. kita sudah cukup mengerti makna yang sungguh
luar biasa dari nama tersebut. Semoga adikku kelak bisa menjadi manusia yang
membanggakan keluarga seperti nama tersebut. Amin.
New World Part.1
Beberapa
hari setelah aku lulus dari Tk Harapan Putra, Ibuku mendaftarkanku ke SDN
Kencana Indah 3. Letaknya masih di sekitar komplek tepatnya di Blok 4 Jalan
Tulip, dekat rumah kontrakanku sebelumnya. Di komplek kami ada banyak terdapat
sekolah dasar negeri dan swasta.
Aku di sekolahkan di sana karena
fasilitas dan pendidikannya baik, kali ini ibuku memilih sekolah Negeri supaya
masa depanku terjamin. meskipun banyak SD dekat rumahku tapi menurut ibuku SDN
Kencana Indah 3 merupakan SD negeri terbaik di komplekku.
Masuk kelas hari pertama, aku bangga
dengan baju baruku berwarna merah putih. Aku masuk kelas dan duduk di kursi
baris ke-3. Aku duduk dengan Reza, teman pertama yang ku kenal saat masuk SD.
Aku masuk kelas B, 1B tepatnya. Kelas 1 di Sdku berjumlah 3 kelas yaitu kelas
A, B, dan C.
Aneh, mungkin hal itu aku
fikirkan saat pertama kali masuk SD. Aku berfikir mengapa tidak ada lagi tempat
bermain seperti di Tk dulu? Tidak ada cat dinding warna-warni di kelas, tidak
ada rak-rak permainan? Yang ada hanyalah lemari yang berada di pojok berisi
buku-buku milik guru, terletak di samping meja guru. Yang ada hanyalah
bangku-bangku dan meja-meja yang tersusun secara rapih dengan pola 4 jajar.
Seperti yang telah ku
jelaskan sebelumnya, teman yang pertama kali ku kenal adalah Reza. Aku disuruh
oleh ibuku duduk dengannya, karena sebelumnya ibuku sudah kenal dengan ibunya
Reza. Reza sangat baik dan orangnya supel, berbeda denganku yang cenderung
lebih tertutup dan pendiam. Mungkin
karena aku belum beradaptasi dengan dunia baruku.
Tak banyak cerita yang aku
alami di masa-masa SD aku sudah bisa membaca, hal itu menujang pada
pelajaran-pelajaran yang sudah mulai bermain dengan kata-kata seperti, cerita,
dongeng dan yang lainnya.
Di kelas prestasiku
biasa-biasa saja ridak ada yang menonjol, tidak pintar tidak pula bodoh. Itu
karena aku pendiam dan kurang aktif di kelas.
Tak terasa tahun ajaran
baru pun telah tiba. Alhamdulillah aku naik kelas ke kelas 2. Meskipun nilai
raporku cenderung menurun dari caturwulan I sampai III, namun aku tetap
bersyukur akan hal itu.
Masuk kelas 2 ternyata di
pecah lagi murid-muridnya. Teman-teman yang ku kenal sebelumnya kini berpisah,
ada yang masuk kelas A, B, C. Kebetulan aku masuk ke kelas yang paling ujung
yaitu kelas C. Kelas yang terkenal dengan anak-anaknya yang nakal, tapi tidak
demikian untukku.
Adaptasi di mulai kembali,
memasuki kelas 2 aku diajar oleh ibu sri guru yang menurutku paling baik selama
aku menenpa pendidikan di SD, murid-murid pun sangat nyaman bila di ajar
olehnya.
Prestasiku tetap di kelas
2, tercatat nilai raporku dari caturwulan I sampai III hanya di hiasi dengan
nilai-nilai 6,7,8. Hal itu menunjukkan bahwa prestasiku biasa saja.
Semenjak kelas 1 aku sudah
tidak pernah di tunggu oleh ibuku. Berbeda dengan ketika aku masih berseragam
Tk, ibuku selalu menungguku dari masuk sampai pulang sekolah. Semenjak di SD
aku sering di antar-jemput dengan menggunakan sepeda ayahku. Tapi jika ayahku
sibuk dengan pekerjaannya, terpaksa aku harus berjalan kaki sekitar 1 Km
jauhnya. Jaraknya sama ketika aku Tk dulu bertempat tinggal di Blok 4 harus
bersekolah di Tk yang letaknya di Blok 13. Sedangkan SD aku tinggal di Blok 11
dan sekolah di Blok 4.
Meskipun
jauh aku tidak pernah mengeluh akan hal itu, karena menurut pepatah “kejarlah
ilmu sampai ke cina”. Membuat motivasi lebih setelah mendengarkan pepatah
tersebut.
Perintah Rosul
Setelah ujian sekolah dan
di bagi rapor kenaikan ke kelas 3, sekolahku di liburkan selama 2 minggu. Hal
itu tidak di sia-siakan oleh keluargaku yang menginginkanku untuk segera di
khitan atau di sunat.
Sebagai
seorang umat muslim kita sudah semestinya mengikuti sunah nabi Muhammad SAW
yaitu di khitan bagi para pria. Khitan hukumnya wajib bagi umat islam.hal ini
ditujukan untuk membersihkan kemaluan dari najis, dan sudah harus dilakukan
ketika akan memasuki baligh.
Sebetulnya aku sangat
takut akan hal itu, mengingat cerita dari teman-temanku yang sudah lebih dulu
di sunat. Mereka membicarakan bahwa disunat itu sakit, tapi ada juga yang
bilang bahwa disunat itu enak karena kita dapat uang banyak.
Rencana itu telah di
sepakati oleh keluarga dari ibuku yaitu kakek dan nenek. kebetulan ada program
sunatan massal dari sebuah produk obat yang lumayan terkenal. Dari sunatan
massal ini kita bisa mendapat uang, baju sunat serta sarung yang diberikan
sponsor obat tersebut.
Ayahku langsung
mendaftarkanku ke program sunatan massal
tersebut. selain aku saudara sepupuku pun ikut di daftarkan yaitu Ari anak
kakak dari ibuku. Dia kelas 3 sama denganku. Namun umurnya lebih tua satu tahun
denganku, di karena kanterlambat masuk sekolah SD.
Hari sunatan pun telah
tiba, aku dan sepupuku ari di antarkan pergi ke jalan diponegoro dimana tempat
sunatan massal dilaksanakan. Kami berangkat jam 5 subuh dari rumah nenek.
Proses khitan pun telah berlangsung ketika kami tiba di lokasi.
Tibalah giliranku untuk di
sunat, namun ada yang membuatku sangat takut, yaitu ruangan yang hendak aku
masuki sebelumnya ada seorang anak seusiaku yang di sunat dengan menjerit-jerit
sampai mengeluarkan kotoran dari duburnya.
Hal itu membuatku sangat
ketakutan, yang aku pikirkan di sunat itu rasanya sangat sakit. Karena hal itu
ayahku menyuruh ari untuk terlebih dahulu disunat di tempat yang sama dengan
anak yang tadi.
Ternyata di sebelah tempat
ari disunat ada tempat kosong yang membuat ayahku segera menyuruhku untuk
segera disunat. Dengan sangat terpaksa aku pun naik ke pembaringan dan akhirnya
disunat juga.
Tapi di luar dugaan
ternyata disunat itu tidak sakit, hanya sakit ketika di suntiknya saja. Itu pun
tak seberapa sakitnya. Proses khitan pun selesai dengan lancar. Aku dan Ari
kemudian di beri amplop berisi uang dan setelah itu kami pulang ke rumah nenek.
Kami di sambut disana,
banyak yang tidak menyangka bahwa aku bisa seberani itu. Setelah sebelumnya
terlihat tidak siap dan merasa seperti terpaksa. Aku dan Ari di suruh duduk
berdampingan, dengan baju koko sewarna.
Disamping tempat duduk
kami di letakkan sebuah wadah kosong untuk tempat uang yang ditujukkan bagi
tamu yang akan “nyecep” atau memberikan uang. Memang sudah tradisi apabila
seorang anak yang dikhitan/ disunat harus di beri uang, aku pun tak mengerti
mengapa hal itu di lakukan. Mungkin supaya anak tersebut terhibur dan sebuah
reward atas keberaniannya.
Tak lama kemudian
datanglah para tamu yang tidak lain adalah para tetangga nenekku. Mereka ingin
melihat kemaluanku dan Ari yang telah di sunat tak lupa mereka pun memberikan
amplop, dan doa kepada kami berdua. Para sanak saudara pun memeberikan amplop
kepada kami, karena pada saat kami berdua disunat seluruh sanak saudara pun
berkumpul bersama di rumah nenek.
Beberapa jam kemudian yang
semula aku tidak merasakan sakit, kini berubah menjadi sakit di bagian
kemaluanku. Mungkin obat penahan rasa sakit sudah hilang efeknya. Aku menangis sejadi-jadinya tapi tidak demikian
dengan Ari, aku heran dengannya dia
nampak lebih kuat dan terlihat tidak merasakan kesakitan seperti yang ku
rasakan. Aku salut dengannya.
Hampir seminggu setelah
disunat perban di kemaluanku belum juga lepas, perban ini sangat mengganggu
terutama ketika aku ingin buang air kecil. Rasanya sakit sekali, aku orangnya
memang agak rewel dan cengeng jadi setiap merasakan sakit pasti aku menangis.
Dari hasil uang “nyecep”
aku dibelikan sepeda, hal itu sangat membuatku senang, karena aku akan
bersepeda setiap kali pergi dan pulang sekolah.
Arti Sahabat
Kelasku kembali di acak
ketika kenaikan kelas 6. Kelas 2-5 SD aku masuk di kelas C, jadi selama 4 tahun
itu aku bertemu dengan orang-orang yang sama. Menurutku itu sangat membosankan
juga tapi apa boleh buat.
Akhirnya kelas 6 aku di
pindahkan ke kelas A, bertemu dengan orang-orang yang baru pula. Selain itu aku
bertemu dengan seorang teman yang sangat berbeda teman yang lainnya. Hendra
namanya dia sangat dekat denganku, bisa di bilang kami adalah sahabat.
Kami berdua tak
terpisahkan pergi kemanapun bersama. Hendra orangnya sangat baik, ramah,
pengertian dan pintar. Dia adalah anak dari guru bahasa inggris di sekolahku.
Rumahnya tak jauh dari sekolahan, maka dari itu setiap istirahat aku selalu
main di rumahnya. Sebelum masuk sekolah, bahkan sepulang sekolah aku selalu
menyempatkan untuk mampir kerumahnya.
Saking baiknya setiap kali
aku main di rumahnya aku selalu makan di sana. aktivitas yang selalu rutin kita
kerjakan adalah makan, nonton film, sholat, dan tentunya bermain. Hal tersebut
hampir setiap hari kita lakuakan maka jelas lah kalau teman-teman menganggap
bahwa kita itu bersaudara.
Pernah suatu ketika wanita
di kelas banyak yang membicarakanku, aku tak tahu apa yang mereka bicarakan.
Saat istirahat tiba seperti biasanya aku dan hendra pergi mencari makanan, tapi
ketika aku hendak ke kelas ternyata tas di bangku ku hilang. Aku berfikir ini
pasti ada yang jahil kepadaku. Dan benar saja ternyata wanita-wanita itu yang
melakukannya. Mereka menggantung tasku di tiang bendera di tengah lapang. Aku
tak tahu mengapa mereka melakukan hal seperti itu kepadaku, tapi dengan sigap
hendra pun memarahi teman-teman wanta yang menjahiliku.
Karena Hendra anak seorang
guru mereka pun sangat takut kepadanya. Dan akhirnya mereka pun meminta maaf
kepadaku, mereka hanya iseng saja dan ingin kenal lebih dekat denganku, namun
caranya saja yang salah.
Disanalah aku mendapatkan
banyak teman yang sebelunya pendiam kini menjadi anak yang agak supel tapi
masih ada saja sifat-sifat jaim. Menurutku sahabat adalah teman yang paling
mengerti dimana aku bisa curhat, saling melindungi, berbagi dan sebagainya.
Tak terasa 6 tahun sudah
aku bersekolah di SDN Kencana Indah 3, kini tiba saatnya untuk segera berpisah
dengan mereka. Seperti biasa acara perpisahan pun di laksanakan dengan acara
yang lumayan meriah, kami semua saling bermaafan satu sama lain tak lupa dengan
para guru.
Isak tangis pun mewarnai
acara tersebut, karena kami benar-benar terharu akan perjuangan yang selama ini
kita lakukan 6 tahun lamanya kami di tempa oleh ilmu-ilmu yang tentunya sangat
bermafaat bagi kami. Banyak hal atau pengalaman yang kurasakan ketika SD dulu
tapi akan ada hal menarik lagi di kehidupanku berikutnya.
Selintingan Kertas
Setelah lulus dari SD aku
diberi kebebasan untuk memilih SMP yang akan menjadi tujuan pendidikanku
selanjutnya. Di sekitar komplek hanya ada dua SMP saja yaitu SMPN 3 Rancaekek
dan SMP Pasundan Rancaekek. Jelas saja aku memilih SMP yang bertitel negeri
yaitu SMPN 3 Rancaekek. Namun jika testingku gagal maka aku harus memilih SMP
Pasundan Rancaekek.
Pada saat itu sistem
masuk SMP adalah dengan cara testing, di tahun sebelumnya sebelumnya masuk SMP
hanya dengan cara melihat NEM atau Passing Grade. Testing seperti halnya ujian
saringan masuk, sedangkan NEM adalah
jumlah nilai UN yang di lakukan ketika SD.
Testing pun dimulai
bertempat di gedung SMPN 3 Rancaekek. Kami diberi sekitar 100 soal pilihan
ganda. Soal berisikan beberapa mata pelajaran yang sudah di ajarkn sebelumnya
di SD. Diantaranya: Matematika, B. Indonesia, B. Inggris, Pendidikan Agama
Islam, Pkn, IPA dan IPS.
Ada hal yang akan aku
ungkapkan yang sebetulnya mungkin sudah menjadi suatu rahasia umum. Ketika kami
sedang ujian, tiba-tiba kami di berikan selintingan kertas dari beberapa guru
yang mungkin sudah sengaja di instruksikan seperti itu. Dalam selintingan
kertas itu berisikan angka di sertai huruf/abjad yang diperkirakan merupakan
isi dari soal-soal yang telah di ujiankan.
Tak kupungkiri, jelas aku
pun ikut menikmati hal tersebut. keinginan dan ambisi yang kuat masuk SMP
negeri sangat kurasakan, oleh karena itu aku pun menghalalkan segala cara agar
bisa masuk SMP negeri.
Meskipun hal tersebut
memang salah di lakukan guru-guru, namun disisi lain mereka semata-mata hanya
ingin membantu kami para siswa baru supaya bisa masuk SMPN 3 Rancaekek.
Pengumuman hasil
kelulusan pun di tempel seminggu setelah testing. Alhamdulillah namaku
tercantum dalam daftar peserta yang lulus. Perasaan senang meliputi hatiku, keluargaku
pun menyambut bahagia ketika mendapatkan kabar bahwa aku lulus di SMPN 3
Rancaekek.
Ibuku sangat bahagia
mengetahui aku masuk SMP itu, betapa tidak beliau yang mengurusi seluruh hal
yang berkaitan dengan proses pendaftaran ke SMP tersebut. benih yang di tanam
sebelumnya kini telah menuai hasil yang memuaskan. Ibuku belum mengetahui hal
ini, aku hanya tidak ingin membuat ibuku kecewa. Tapi suatu saat aku akan
menceritakannya.
Meskipun selintingan
kertas itu tidak di benarkan, tapi setidaknya hal itu lah yang membuatku bisa
masuk SMPN 3 Rancaekek yang memang sudah ku impikan sebelumnya. Terimakasih
kepada guru-guru yang sudah membantuku. Meskipun hal tersebut adalah langkah
awal pemicu KKN.
New World Part.2
MOS (masa orientasi
siswa) dimulai. Kami para siswa baru dikumpulkan di lapangan SMP untuk di
brifing sebelum MOS benar-benar dimulai. Ini hal baru juga dalam hidupku,
karena sebelumnya di SD tidak ada acara seperti ini.
Kegiatan MOS bertujuan
untuk masa perkenalan baik mengenalkan teman, senior bahkan dengan para
penghuni di sekolah. Selain itu acara MOS itu melatih mental, dan disiplin
kita.
Saat kami di kumoulkan
bersama di lapangan, kami semua dibagi kelompok/gugus. Tercatat total ada 9
gugus. Selain dibagi kelompok kami di perintahkan membawa barang dan makanan
sebagai syarat mengikuti MOS hari esok.
Hari pertama MOS aku
datang dengan membawa barang-barang termasuk balon gas dan burung yang akan
diperlukan untuk proses peresmian pembukaan MOS.
Pelepasan balon gas dan
burung di artikan sebagai simbolisasi atas pembukaan masa orientasi siswa. Pada
pembagian kelompok aku masuk dalam gugus 6, nama kelompoknya adalah Moch Tohha.
Di gugus 6 terdapat 43
murid yang berasal dari latar belakang sekolah yang berbeda-beda. Aku pun harus
beradaptasi kembali dengan situasi tersebut. sialnya di gugus 6 ini sepertinya
banyak anak-anak nakal yang membuatku tidak betah di kelas.
Hal itu membuatku
berfikiran yang yidak-tidak, hingga akhirnya aku pun sakit. Suhu badanku meningkat
drastis seperti gejala campak. Mungkin ini karena aku terlalu banyak pikiran
terkait kelas ku yang dihuni oleh anak-anak nakal. Ini merupakan gejala
psikosomatis yaitu suatu penyakit yang timbul akibat tingkah laku kita.
Imbasnya hari kedua MOS aku tidak masuk sampai MOS berakhir di hari ke-7 pun
tidak bisa masuk karena sakit.
Tibalah saatnya hari
pertama masuk SMP. Aku di antar oleh ibuku karena kondisiku belum fit 100%.
Sekolah sudah menempel nama-nama murid baru sesuai kelasnya. Menurut temanku
yang ku kenal, biasanya jika sebelumnya aku masuk gugus 6, berarti aku masuk
kelas 1F. Tapi ketika aku melihat daftar nama di kelas tersebut tidak ada
namaku. Demikian juga di kelas-kelas yang lain setelah aku mencari-cari namaku
tetap tidak ada. Akhirnya ibuku pun ke kantor dan menemui guru dan menyanyakan
tentang hal ini. Mengapa hal itu bisa terjadi sedangkan administrasiku tidak
ada masalah.
Akhirnya aku pun di
masukkan ke kelas 1A. Di kelas 1A suasana kontras berbeda dengan keadaan kelas
1F. Mereka sangat ramah terhadapku tidak ada anak nakal dan aku sangat
menikmatinya. Di kelas inilah pikiranku mulai terbuka dan mendapatkan banyak
teman baru.
Terpaksa Juara Faforit
Gong....Gong....Gong....!!!! bunyi gong diiringi alat
musik lainnya yang biasa di sebut alat musik gamelan degung khas sunda. Musik
ini biasa terdengar di ruang kesenian SMP.
Pak Iwan yang biasanya
berada di ruangan tersebut. Pak Iwan adalah guru ekonomi, tapi karena
kecintaanya terhadap kesenian musik sunda maka dia yang selalu ada di ruangan
tersebut. Tujuannya adalah untuk mengajarkan dan melestarikan kesenian sunda
terutama musik degung.
Setiap aku dan
teman-temanku pergi ke ruangan kesenian pasti kan ada saja anak-anak yang
sedang belajar alat-alat musik gamelan. Belum lama ini aku sangat sering
berkunjung ke ruang kesenian. Hal ini sedikitnya membuatku tertarik dan suka
dengan alat musik gamelan, begitu pun dengan teman-temanku yang lainnya. Namun
ada sedikit rasa minder setiap aku ingin mencobanya, karena yang bermain degung
biasanya murid wanita.
Rasa penasaran ingin
mencobanya selalu ada di benakku. Sampai pada akhirnya aku dan teman-temanku
memberanikan diri berbicara kepada Pak Iwan bermaksud ingin belajar alat musik
gamelan. Dengan senang hati Pak Iwan pun menerima kami.
Aku, Norman, Aris, Irwan,
dan Eka kemudian kami di posisikan oleh pak iwan. Aris memainkan saron 1, Eka
memainkan saron 2, Irwan memainkan Bonang, aku memainkan gong, dan Norman
memainkan alat musik seperti bonang aku lupa namanya. Sedangkan untuk alat
musik kendang selalu di mainkan oleh Pak Iwan.
Kelompok kami adalah
satu-satunya kelompok yang berisikan laki-laki semua. Sedangkan kelompok lain
kebanyakan wanita. Mungkin minat siswa laki-laki di bidang seni degung kurang
dan lebih menyukai bidang yang berkaitan dengan olah raga.
Kebetulan sekolah kami
akan segera mengadakan lomba memainkan musik gamelan. Kami pun sangat antusias
mendengar kabar tersebut. Rentang waktu kami hanya 1 bulan. Kami pun belajar
hampir setiap hari, namun setiap kali akan belajar selalu saja ada kelompok
lain yang sedang latihan. Dan kami harus berebut dengan yang lainnya, tapi
karena kebanyakan dari mereka adalah perempuan maka kami sebagai laki-laki lah
yang harus mengalah.
Imbasnya kami jadi jarang
latihan meskipun dari segi tehnik kami sudah lumayan mahir. Akan tetapi meskipun
individu sudah mahir jika jarang latihan akan sama saja tidak ada bagusnya.
Karena kesenian ini mengutamakan kekompakan.
Sampai pada akhirnya
lomba pun di mulai. Lomba di adakan di aula SMP dengan panggung yang lumayan
besar. Guru-guru menjadi dewan juri tak terlepas Pak Iwan pun menjadi juri.
Lomba diikuti oleh 9 grup
perwakilan dari masing-masing kelas. Dan sudah di pastikan bahwa yang mengikuti
lomba tersebut seluruhnya perempuan dan hanya kelompok kami yang berisikan
laki-laki semua. Hal ini tidak membuat kami minder malah membuat motivasi
bertambah karena kami tidak mau kalah dengan wanita.
Kelompok demi kelompok
sudah tampil kini giliran kelompok kami yang di panggil untuk segera tampil.
Kami pun mendapatkan tepuk tangan paling banyak, karena kami adalah satu-satumya
kelompok yang berisikan laki-laki.
Perasaan gugup meliputi
kami sesaat sebelum kami tampil. Tapi kami tetap yakin dan membuat awalan yang
luar biasa sempurna, namun di tengah-tengah musik ada ketidak selarasan suara
antara bonang dan saron 1 yaitu Irwan dan Aris. Akhirnya kami pun bermain agak
acak-acakan mungkin karena jarang latihan dan demam panggung lah yang membuat
kesalahan itu.
Setelah selesai kami
tetap di berikan tepuk tangan yang cukup meriah. Setelah semua kelompok tampil
ada hiburan dari guru-guru yang juga akan memainkan alat musik gamelan.
Ternyata tidak ada yang memainkan gong, Pak Iwan pun langsung menunjukku
sebagai pemain gong dan sekali lagi aku naik panggung. Suatu kehormatan juga
bagiku bisa bermain bersam para guru.
Musik pun dimainkan dan
luar biasa bagus sekali, sangat selaras dan aku pun berusaha sebaik mungkin
agar tidak membuat kesalahan. Dan sebagai pembuktian bahwa aku bisa
melakukannya. Setelah selesai aku pun di puji oleh guru-guru yang bermain tadi,
hatiku pun sangat senang mendengar pujian dari mereka. Setidaknya pujian ini
sebagai pelipur lara setelah sebelumnya kelompok kami bermain kurang memuaskan.
Pengumuman juara 1,2, dan
3 pun di umumkan pada saat pentas seni perpisahan kakak-kakak kelas 3. Kami pun
sudah pesimis saja karena permainan kami yang kurang memuaskan. Pemenang juara
1,2, dan 3 pun di panggil ke atas panggung. Dan benar saja kelompok kami tidak
di panggil. Tapi setelah itu ada juara faforit yang ternyata di tujukan kepada
kelompok kami. Kami pun sangat kaget mendengarnya, dengan perasaan percaya
tidak percaya kami naik ke atas panggung.
Meskipun tidak
mendapatkan hadiah apapun tapi kami bangga karena mendapatkan titel juara
faforit. Kami pun bersalaman dengan kepala sekolah. Kami berfikir sepertinya
hal ini hanya untuk menghibur kami saja dan terkesan memaksakan. Selain itu hal ini mungkin untuk
membuat kami lebih termotivasi
dan lebih semangat.
Di tembak di tolak
Banyak sekali kejadian-kejadian yang sangat menarik
ketika aku sekolah di SMP. Kali ini akan kuceritakan sebagian kisah cintaku
dalam bab ini. Tapi bisa di bilang ini bukan pure kisah percintaanku.
Aku termasuk anak yang tampan, bukannya
bermaksud sombong tapi banyak wanita yang menyukaiku. Contoh kasus, ketika
kelas 1 aku terbilang dekat dengan beberapa wanita. Diantaranya yaitu Suci dan
Putri. Mereka dekat denganku karena tempat duduknya tepat berada di belakangku.
Aku sudah menganggap mereka berdua sebagai sahabat, namun suatu hari Suci
menyatakan cintanya kepadaku. Suci adalah teman kecilku dulu yang sebelumnya
sudah ku jelaskan di bab Masa Kanak-kanak.
Aku kaget mendengar dia berkata seperti itu.
Aku pikir dia bercanda, tapi ternyata dia serius ingin berpacaran denganku.
Sebenarnya saat itu aku belum memikirkan soal cinta, yang ada di pikiranku
hanyalah belajar dan bermain.
Suci wanita yang sangat cantik terbukti dia
memiliki pacar yang akhirnya diputuskannya demi aku. Tapi saat itu aku belum
tertarik untuk membangun suatu komitmen yang lebih dekat selain dari pertemanan
dan persahabatan. Akhirnya aku pun berbicara baik-baik kepadanya dan berusaha
untuk tidak menyakiti hatinya, dan dengan berat hati Suci pun menerimanya. Dan
kami pun bersahabat kembali.
Masuk ke kelas 2 aku bertemu dengan orang-orang
baru, hanya sebagian orang yang ku kenal. Menurutku wanita di kelas 2 juga
cantik-cantik. Hingga pada akhirnya kembali ada seorang wanita bernama Karina
menyatakan cintanya kepadaku. Karina secara terang-terangan menyatakan cintanya
di depan teman-temanku. Aku sangat malu akan hal itu maklum aku masih agak
pendiam. Tidak ada jawaban dariku aku hanya diam dengan wajah yang memerah.
Karina pun mengerti bahwa aku tidak ingin berpacaran dengannya.
Masuk ke kelas 3 pun aku kembali di tembak
oleh seorang wanita bernama Nida. Dia wanita berjilbab dan cantik tentunya. Dia
menyatakan cintanya melalui surat terlebih dahulu. Sampai pada akhirnya kita
bicara empat mata dan untuk yang ke-2 kalinya dia pun menyatakan cintanya
ketika kami saling berhadapan. Aku tidak bergeming dan tetap pada prinsip dan
pendirianku yang memang tidak ingin memikirkan urusan cinta terlebih dahulu.
Menurutku hal tersebut hanya buang-buang waktu dan uang saja.
Setiap taun dan di kelas yang berbeda aku
selalu di tembak oleh wanita. Seharusnya aku mendapatkan reward atas hal itu
hehe. Tapi di sisi lain aku heran mengapa dunia menjadi terbalik seperti ini,
baru kali ini aku bertemu dengan wanita-wanita yang sudah berani menyatakan
cintanya, bahkan terang-terangan tanpa rasa malu. Pada hakikatnya laki-laki lah
yang seharusnya menyatakan cintanya.
Satu hal yang unik terjadi di SMP, dam mungkin
takkan terlupakan adalah hal ini maka aku masukkan dalam bab di tembak di
tolak. Aku pun hanya bisa tertawa ketika kembali ingat masa-masa SMP dulu.
New World Part.3
Setelah lulus dari SMP 3 Rancaekek dengan
nilai yang cukup memuaskan, aku melanjutkan sekolah ke SMAN 1 Rancaekek.
Letaknya lumayan jauh dari rumahku, butuh waktu 30 menit jika menggunakan
kendaraan umum. Maklum di komplekku tidak ada SMA yang ada hanyalah TK, SD, dan
SMP saja.
Alhamdulillah aku masuk ke SMA ini tanpa
kesulitan apapun karena aku mengandalkan passing grade yang cukup tinggi. SMAN
1 Rancaekek menerima murid dengan Passing grade minimal 24,57 sedangkan aku
memiliki nilai passing grade 25,05 otomatis aku langsung di terima oleh SMA
tersebut.
Sekolahku merupakan SMA terbaik dalam bidang
akademiknya dalam ruang lingkup daerah Bandung Timur. Hingga sekolah kami
memiliki visi/misi “Terdepan di Bandung Timur”. Aku beruntung bisa bersekolah
di sekolah yang mengutamakan kualitas bukan kuantitas. Banyak teman-temanku
yang kurang beruntung karena tidak bisa masuk SMA ini.
Seperti biasa kegiatan MOS pun wajib dilakukan
bagi murid baru sepertiku. Seperti halnya ketika SMP dulu. Bedanya MOS kali ini
hanya berlangsung 3 hari saja, kemudian MOS di SMA lebih mengutamakan pelatihan
akademik. Tidak seperti halnya ketika SMP dulu yang lebih mendidik mental.
Singkat cerita MOS pun telah selesai, di
penghujung MOS pada hari ke-3, pihak sekolah mengadakan acara ESQ di malam
hari. ESQ adalah kegiatan pelatihan emosi spiritual yang bertujuan agar kita
bisa sama-sama mendekatkan diri kepada sang khalik yaitu Allah SWT. Selain itu
kita di tuntun mengingat dosa-dosa yang telah kita perbuat sebelumnya, serta
meminta ampun kepada Allah SWT.
Setelah kegiatan MOS selesai kami di bagi
kelas. Aku masuk ke kelas X.3. kembali untuk yang ke sekian kalinya aku harus
beradaptasi dengan lingkunganku yang baru. Dunia baru yang menurutku lebih
banyak di huni oleh orang-orang yang sikapnya lebih dewasa.
Disinilah aku mulai mendapatkan jati diri dan
bisa menentukan sikap. Proses kedewasaan pun terbentuk pada masa-masa SMA, awal
berpacaran, dan mengenal arti sahabat yang sesungguhnya. Dari sini lah muncul
rasa kebersamaan dan solidaritas yang tinggi sehingga menimbulkan suatu
kehidupan sekolah yang harmonis.
C.I.N.T.A
Ketika
SMA kelas XI aku mulai mengenal yang namanya CINTA. Sebagai remaja hal ini
memang wajar terjadi pada anak-anak seusiaku, karena proses puber itu di mulai
pada saat ABG.
Pertama
kali aku terpikat oleh seorang wanita bernama Novi. Sebenarnya aku sudah pernah
bertemu dengannya ketika SMP kelas 3, Dan pada saat itu aku sudah mengincarnya.
Ketika aku kelas 3 SMP dia terpaut satu tingkatan dibawah ku yaitu kelas 2 SMP.
Hingga akhirnya aku di pertemukan lagi dengannya ketika aku kelas XI. Dia pun
masuk SMA 1 Rancaekek.
Aku
pun tak tinggal diam ketika melihatnya. Aku berusaha mencari informasi
tentangnya, sampai akhirnya aku mendapatkan nomor HP Novi dari temannya.
Mulanya aku hanya mengirim pesan iseng saja. Sampai akhirnya aku perkenalkan
diri. Dia pun memberikan respek yang luar biasa, dan hampir setiap hari kami
smsan.
Saat
itu tepat bulan Februari, di tanggal 14 ada hari kasih sayang atau hari
Valentine. Hal ini tidak aku sia-siakan, pada hari tersebut aku berencana untuk
memberinya sesuatu. Aku pun berniat memberinya coklat dengan kemasan yang
berbentuk hati.
Kami
pun berencana melakukan pertemuan di sekolah. Tepatnya pada saat selesai jam
belajar-mengajar, kami pun bertemu. Untuk pertama kalinya perasaanku sangat
nervous, padahal ini hanya bertemu dengan seorang wanita saja.
Novi
tersenyum ketika melihatku menghampirinya. Kami pun ngobrol-ngobrol di depan
kelas, sampai aku mengajaknya pulang karena hari sudah sore. Aku pulang
berboncengan dengannya menggunakan motorku. Hatiku sangat bahagia sekali bisa
berduaan bahkan satu motor bersama dengan seorang wanita yang sudah sangat lama
kudambakan. Sesampainya di rumah Novi, sesuai rencana aku pun memberikan coklat
kepadanya.
Sebenarnya
rencanaku selain memberi coklat, ialah menembaknya juga. Tapi keberanianku
belum terkumpul, maklum lah ini merupakan pengalaman pertama.
Alangkah
terkejutnya dia ketika aku memberinya coklat. Dia sangat senang sekali
mendapatkan itu aku pun demikian. Setelah kejadian itu aku kami pun semakin dekat,
dan aku mengajaknya nonton ke bioskop, Rencananya aku ingin menembaknya disana.
Kami
pun bertemu dan aku langsung mengajaknya nonton. Disana sebenarnya sudah aku
rencanakan untuk menembaknya, tapi bibirku kelu tiap kali aku hendak
menembaknya. aku sangat grogi ketika berhadapan dengannya, wajahku memerah tiap
kali mata kami saling berpandangan.
Akhirnya kami pun pulang setelah menonton
bioskop. Di perjalanan kami mengobrol banyak membicarakan tentang film yang
sudah kami tonton tadi. Sejenak aku berfikir sudah sejauh ini aku belum juga
mendapatkan hasil, aku pun nekat menembaknya di motor yang sedang berjalan.
“vi aku suka sama kamu, kamu mau ga jadi pacar
aku?” tukas ku.
“serius??” jawab Novi sedikit kaget.
“iya serius, kamu mau gak jadi pacar aku?”
tanyaku meyakinkannya.
“gmn ya, aku gak bisa jawab sekarang. Gak apa
apa?” Jelasnya.
“ya udah gak apa apa, aku bakal nunggu kamu
sampai kapan pun” Jawabku.
Setelah percakapan itu kami pun terdiam
membisu, padahal sebelumnya kami banyak berbicara mengenai film tadi. Setelah
sampai rumah Novi pun aku langsung pulang dan tidak mampir seperti biasanya.
Seminggu setelah aku menembaknya, novi pun
menjawab pernyataan cintaku. Dia menjawab via sms dan aku di terimanya.
Akhirnya, setelah ku tunggu-tunggu ia menjawab juga sesuai dengan harapanku.
Kami pun resmi berpacaran pada tanggal 24 Februari 2008.
Semenjak itu hari-hari ku kini lebih berwarna,
dan setiap kali sekolah aku sangat bersemangat, karena pastinya aku akan bertemu
dengannya. Pulang pergi aku mengantarnya. Dunia serasa milik berdua ketika aku
bersamanya.
Aku sangat bahagia, karena virus cinta saat
ini sedang bersemayam di tubuh dan otakku. Meskipun setiap hari bertemu tapi
rasa rindu selalu ada, mungkin sensasi inilah yang di cari-cari orang ketika
berpacaran.
Sampai suatu saat kami pun mendapatkan
masalah, lebih tepatnya ada orang ketiga di sekitarku. Ada orang lain yang
ingin merebut Novi dariku. Novi pun berubah sikap kepadaku karena aku yang
terlalu cemburu kepadanya.
Tapi aku berfikir Novi berubah bukan karena
aku yang cemburu kepadanya melainkan dia juga menyukai laki-laki lain. Hingga
pada akhirnya kami pun putus, aku sempat tidak terima karena sikapnya yang
memutuskanku sepihak. Akhirnya kami pun resmi putus. Aku hanya bisa berpacaran
dengannya selama 2 bulan 10 hari saja.
Setelah kejadian itu aku berusaha melupakannya
karena di sisi lain aku sangat sakit hati atas perbuatannya. Tapi aku percaya
bahwa akan ada hukum karma di dunia ini. Dan akhirnya aku pun memaafkannya dan
hubungan kami menjadi normal seperti kami sebelum berpacaran.
Cinta memang dapat membuat kita di atas tapi
ada kalanya cinta juga dapat membuat kita di bawah, maka dari itu jangan sampai
kita terjebak dan di perbudak cinta karena hal itu akan sia-sia pada akhirnya.
Hanya cinta hakiki karena Allah lah yang bisa membuat kita bahagia baik di
dunia maupun di Akhirat.
Jurnalis, Jurnalisme, dan Saya
Ketika
masa orientasi siswa berlangsung, ada sebuah kegiatan penganalan kegiatan
ekstrakulikuler di sekolah, dan aku pun tertarik pada bidang jurnalistik. Aku
melihat ekskul majalah sekolah Progressio, yaitu ekskul yang bergerak di bidang
jurnalisme.
Aku suka dengan organisasi ini
karena mereka yang berkecimpung di dunia jurnalisme lebih mengutamakan kemauan
dan kerja keras yang tinggi, selain itu di bidang jurnalisme kita di tuntut
untuk menjadi seorang yang disiplin dalam segala hal.
Tanpa pikir panjang aku pun segera
mendaftarkan diri ke stand progressio yang berada di sekitar sekolah. Setelah
itu seminggu kemudian diadakan seleksi karena jumlah pendaftar yang sangat
banyak maka diadakan lah seleksi untuk mendapatkan bibit-bibit terbaik calon
jurnalis.
Singkat cerita akhirnya aku masuk
dan di terima menjadi anggota baru di organisasi Progressio. Alangkah senangnya
hatiku bisa menjadi seorang jurnalis meskipun bukan jurnalis sebenarnya tapi
minimal aku bisa mempelajari seluk beluk tentang jurnalistik dari sebagian
pengertian umumnya.
Jurnalistik adalah kegiatan mencari,
mengumpulkan, dan mengolah suatu berita untuk di informasikan kembali kepada
masyarakat baik melalui media cetak, elektronik, maupun online.
Kami di ajarkan mengenai sejarah jurnalisme,
kode etik wawancara, cara berwawancara dan sebagainya. Akhirnya aku menjabat
tugas menjadi seorang ilustrator, karena hobiku memang suka menggambar. Pada
tahun pertama jabatanku memang sebagai ilustrator tapi pada tahun kedua aku di
tunjuk menjadi seorang layouter. Karena layouter berada dalam konteks seni juga
maka aku terima. layouter bertugas memperindah dan mengedit suatu majalah
supaya majalah tersebut enak di pandang dan tentunya di baca.
Dari pengalamanku menjadi seorang layouter
juga membuatku mahir komputer terutama di bidang desain. Aku pun akhirnya bisa
menguasai coreldraw dan adobe photoshop meskipun tidak terlalu ahli, setidaknya
aku bisa mengoperasikannya.
Banyak hal yang aku dapatkan di progressio, yaitu
arti dari kebersamaan dan kedisiplinan. Seorang jurnalis harus mampu bekerja di
bawah tekanan dalam kondisi apapun juga. Tentang ketepatan dalam pembuatan
berita, hal itu juga memacu kita supaya menjadi orang yang disiplin.
Pernah suatu ketika kami ditargetkan satu
minggu untuk segera naik cetak sedangkan majalah masih pada fase 20%. Pimpinan
redaksi pun mengadakan rapat redaksi secara mendadak, karena proses yang pasti akan memakan waktu yang lama akan di
percepat karena tuntutan pekerjaan kami pun mulai bekerja keras. Semua bergerak
sampai aku sendiri pun begadang mengurus layout yang belum selesai. Akhirnya
majalah pun selesai dan siap di cetak. Sungguh kepuasan batin yang tiada tara
kami dapatkan setelah karya kami selesai. Atas nama profesionalisme kami harus
bisa melakukannya. Meskipun ada kendala kita harus bisa menyelesaikannya
bersama. Karena tuga membuat sebuah Koran atau majalah itu tidak bisa di
kerjakan sendiri, tentu kita membutuhkan kerja sama.
Rentang waktu 2 tahun
Ketika
SMA kelas XII sekolah kami kedatangan tamu dari Akmil (Akademi Militer) dari
magelang. Mereka memberikan presentasi mengenai kemiliteran ke sekolah kami.
Mengenalkan tentang kedisiplinan ala militer, mengenalkan kebersamaan dan
solidaritas ala militer dan sebagainya.
Dari
sana muncullah ketertarikanku terhadap dunia militer, satu tujuanku yaitu
hidup disiplin. Karena seorang yang
disiplin akan terjamin olehnya kesuksesan di dunia dan di akhirat.
Sebelum
UN tiba ternyata pendaftaran Akmil telah dibuka dan hanya di berikan rentang
waktu selama sebulan. Aku pun berbicara tentang keinginanku ini kepada ayahku,
dan ayahku pun mendukungnya. Semua surat-surat administrasi guna melengkapi
persyaratan masuk TNI di urus oleh ayahku.
Aku
di suruh fokus belajar dan berlatih oleh ayahku. Hampir setiap hari aku latihan
push up, sit up, pull up dan lari. Semua aku lakukan pada pagi dan sore hari.
Porsi untuk lari sendiri aku lakukan pada sore hari saja, dengan cara mengitari
lapang sepak bola yang ada di sekitar komplekku.
Akhirnya
aku pun mendaftarkan diri setelah semua persyaratanku lengkap, aku daftar di
Ajendam. Setelah dilakukan verifikasi data aku pun lulus pada tahap pertama yaitu
lulus administrasi. Setelah lulus tahap pertama kepalaku di plontos karena
untuk masuk tentara perlu rambut yang rapih.
Pada
tahapan kedua aku pun mengikuti seleksi tes kesehatan yang di lakukan di Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Tes berlangsung dari pagi hingga sore karena pengumuman hasil kelulusan
langsung di ketahui pada sore harinya.
Ada
hal menarik ketika aku melakukan tes kesehatan, pada pemeriksaan kulit kami di
suruh telanjang bulat untuk di periksa. Dalam sebuah ruangan 3x4 meter kami
sekitar 20 orang berjajar membentuk lingkaran, kemudian kami di periksa oleh
seorang pria dengan meraba alat kelamin dan anus untuk mengetahui ada atau
tidaknya penyakit farikokel dan ambeien.
Setelah semua tahapan pemeriksaan selesai,
kami di suruh menunggu untuk beberapa saat sebelum pengumuman hasil kelulusan
tiba. Setelah magrib barulah pengumuman itu di lakukan. Kami di kumpulkan dan
untuk yang namanya di panggil ia dinyatakan gugur dan harus pulang.
Alhamdulillah namaku tidak dipanggil, itu
menandakan bahwa aku bisa melanjutkan test di hari berikutnya. Untuk tes
selanjutnya adalah tes jasmani, tes ini dilakukan di stadion siliwangi Bandung.
kami harus sudah berkumpul di stadion jam 6 pagi.
Aku pun datang tepat pada waktunya, mereka
yang terlambat harus mendapatkan hukuman, inilah yang kumaksud dengan disiplin.
Tes pertama adalah tes lari mengitari lapangan sepak bola, kami harus bisa
berlari 6 putaran selama 12 menit. Sialnya aku berlari hanya mampu 5 putaran
saja.
Setelah itu tes berlanjut ke pull up, kemudian
sit up, push up dan tes berenang. Setelah semua selesai seperti biasa kami
menunggu pengumuman, yang akhirnya di umumkan pada malam hari. Perasaan cemas
meliputi pikiranku dan ternyata namaku pun dipanggil dan akhirnya aku gugur
pada tahap ketiga yaitu tahap jasmani. Kecewa pasti dan hal itu membuatku
lumayan sakit hati. Tapi aku pun akhirnya mengambil sisi positif karena mungkin
Allah telah merencanakan hal lain yang lebih indah untukku.
Setelah aku lulus dari SMA aku tidak
memikirkan untuk segera kuliah karena aku masih berambisi mengikuti Akmil di
tahun depan. Bulan November tahun 2009 dibuka pendaftaran PT. KAI untuk lulusan
SMA/sederajat, tanpa pikir panjang aku pun mengikuti kembali mencoba
peruntunganku.
Pada tahap pertama seperti biasanya diadakan
seleksi administrasi. Proses pendaftaran dilakukan melalui internet dan
berkas-berkas lainnya di kirim lewat pos.
Pengumuman kelulusan dilihat melalui website
resmi PT. KAI. Aku lulus pada tahap pertama, kemudian aku pun berhak untuk
melanjutkan pada tahap kedua yaitu tes akademik dilakukan di gedung gimnasium
UPI. Pendaftar berjumlah hampir 1500 orang.
Pada tahap ini jumlah peserta berkurang
menjadi 700 orang, Alhamdulillah aku maju ke tahapan selanjutnya. Pada tahap
selanjutnya yaitu test psikologi dan lagi-lagi aku bisa melewatinya. Peserta
kembali berkurang menjadi 200 orang.
Akhirnya aku mengikuti tahapan terakhir yaitu
tes kesehatan dan wawancara. Namun sayangnya pada tahap ini aku kembali gagal,
padahal ini merupakan tahapan terakhir dan jika lulus aku bisa langsung
diterima menjadi pegawai PT.KAI. tapi selama ini aku melihat adanya praktek KKN
di sana. Karena ternyata banyak sekali suap yang dilakukan peserta agar bisa
menjadi pegawai PT.KAI.
Dan aku pun hanya bisa tersenyum saja
mendengar hal itu, seperti biasa perasaan kecewa pasti ada yang pada akhirnya
aku tetap pada prinsipku yang menganggap hal ini hanyalah cobaan dari Allah
untuk hambanya.
Satu tahun tersisa bisa di bilang aku
menganggur, tapi aku banyak melakukan kegiatan yaitu membantu ayahku bekerja.
Aku ikut kerja di perusahaan Wa Amir, sebenarnya aku kerja di sana hanya untuk
mengisi kekosongan saja. Sebenarnya aku tidak berminat sama sekali kerja di
pabrik tapi mau bagaimana lagi.
Selain
daftar ke PT. KAI aku juga pernah mencoba daftar ke PT. PLN (persero) cara
mendaftarnya pun hampir sama dengan pada saat aku mendaftar ke PT. KAI. Singkat
cerita aku lulus test tahap pertama yaitu tes administrasi setelah itu
berlanjut ke tes akademik.
Ternyat tes akademik di PT. PLN berbeda dengan
saat aku tes akademik di PT. KAI, soal lebih sulit dan akhirnya aku pun gagal
di tes akademik. Setelah itu aku pun mencoba melamar ke berbagai perusahaan
seperti Alfamart, Yomart, Indomart, Wings, OT, bahkan sampai melamar ke Jonas
photo untuk menjadi seorang editing photo, Tapi hasilnya nihil semua.
Sampai pada akhirnya aku di terima bekerja di
sebuah mall di sekitarku yaitu Rancaekek Trade Centre. Aku bekerja di toko
pakaian muslim pria dan wanita. Aku bekerja
sebagai pramuniaga. Tak lama sekitar 4 bulan aku pun berhenti, karena
kerja di toko sangat capek dan melelahkan. Bayangkan saja aku harus menjaga
toko dari jam 9 pagi sampai jam 8 malam dan dengan gaji yang minim.
Habis gelap terbitlah terang
Setelah
berbagai pekerjaan yang sebenarnya belum jelas untuk kehidupan dan cita-citaku,
aku berniat untuk kembali ke jalan yang sudah semestinya. Yaitu menimba ilmu
lagi, aku putuskan untuk kuliah dan berniat mengambil prodi jurnalistik sesuai
dengan bakat dan bidang yang aku sukai setelah sebelumnya berkecimpung di dunia
jurnalistik juga.
Jatuhlah
pilihanku untuk kuliah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. ini atas saran dan
rekomendasi ayahku, karena di UIN tidak hanya berkonsentrasi di duniawi saja
tapi urusan akhirat juga di jadikan mata kuliah.
Aku
pun mendaftarkan diri, dengan memilih jurusan jurnalistik di pilihan pertama,
dan muamalah di pilihan kedua. Setelah itu melakukan ujian saringan masuk
seminggu setelah pendaftaran di tutup. Beberapa hal yang tidak aku mengerti
dalam mata pelajaran yang di ujiankan adalah bahasa arab. Kerena sebelumnya aku
belum pernah belajar bahasa arab.
Alhamdulillah
akhirnya aku lulus dan masuk pada pilihan pertama yaitu jurusan ilmu komunikasi
jurnalistik. Mungkin inilah jalan yang di berikan oleh Allah setelah sebelumnya
aku selalu terjatuh. Aku selalu menyerahkan semuanya kepada Allah, karena hanya
Allah yang maha kuasa mampu bolak-balikkan nasib seseorang.
Kita
sebagai manusia hanya bisa berdoa dan berikhtiar, masalah hasil baik atau buruk
harus kita terima apa adanya dan yakinlah niscaya Allah akan menambah nikmat
kepada orang-orang yang bersyukur.
Aku
pun bertemu dengan seorang dosen yang menurutku lebih pantas menjadi seorang
motivator. Tanpa mengurangi rasa hormat dan segala gelarnya, namun dia yang
membuat kami sadar akan pentingnya menulis. Kami ditugaskan membuat sebuah
karya tulis berbentuk Autobiografi. Sebelumnya kami mengeluh karena dosen
menyuruh kami membuat autobiografi sebanyak 125 halaman. Tapi setelah
dikerjakan ternyata sangat mengasikkan malah aku terlena akan tulisanku sendiri
yang sebelumnya tidak percaya menjadi percaya. Yang sebelumnya tidak mampu
menjadi mampu. Bahkan tak terasa tulisanku ini sudah melebihi 125 halaman.
Sebenarnya masih banyak hal yang ingin aku ceritakan tapi karena waktu pengumpulan
sudah mepet aku pun akan mengakhiri tulisan ini sampai disini. Mudah mudahan
hal ini merupakan titik awal kesuksesanku. aku berharap suatu saat akan ada
lagi karya-karya tulisku. dan terimakasih kepada dosen mata kuliah Bahasa
Indonesia yaitu bapak Agus Ahmad Safe’i. Beliau bagaikan setitik cahaya yang
mampu membuat kami yang sedang berada dalam kegelapan mendapatkan pengaruh dari
setitik cahaya tersebut.
Pertama-tama aku ingin mengucapkan terimakasih
kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan ridhanya lah aku bisa
menyelesaikan buku autobiografi ini. Tak lupa kepada kedua orang tuaku yang
selalu mendukungku dalam segala hal.
Terimakasih juga aku tujukan kepada bapak Agus
Ahmad Safe’I dosen mata kuliah bahasa Indonesia yang telah memberikan banyak
motivasi untuk ku dalam proses pembuatan buku ini. Semangat ku untuk menulis
akan ku jaga sampai nanti. Kepada teman-teman kelas ku yang sudah banyak
mendukungku, dan sama-sama berjuang dalam pembuatan buku masing-masing.
Terutama kepada Fikri dan Diky yang sudah mau
direpotkan oleh ku karena meminjam laptopnya ketika proses pembuatan buku ini.
Kepada Faisal, Novrizon dan bapak kosma, Rizky yang selalu memberikanku masukan
dan opini mengenai bukuku.
Pokoknya terima kasih kepada semua teman-teman
jurnalistik terutama kelas C Z-12, kita harus tetap berjuang. Terima kasih juga
kepada semua pihak yang membantuku menyelesaikan buku ini. Fin.