Selamat datang di sebuahramasebuahcerita.blogspot.com

Senin, 11 Maret 2013

Pikul Cobek demi Rangkul Cepek


Eneng berjualan cobek di perempatan lampu merah Jalan Turnojoyo
Oleh: Ramadhan S N

Baju merah yang hampir memudar dan celana hijau melekat di tubuhnya. Pun juga rambut  kusam tak tertata rapi serta kulit hitam tersengat matahari, tak menyurutkan semangat gadis berusia 11 tahun yang setiap harinya berjualan cobek di perempatan lampu merah jalan Turnojoyo. Cobek digantung dikedua sisi bambu yang melintang kemudian dipikul pundaknya. Ia rela memikul cobek yang beratnya sekitar 5 kg itu hanya untuk meringankan pekerjaan orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani.  
“Setiap hari setelah pulang sekolah saya berjualan di sini sama teman-teman yang lain” cetus eneng sapaan akrabnya saat ditemui jumat(8/3). Eneng melakukan kegiatan ini setiap hari sehabis pulang sekolah hingga malam hari. Meskipun sudah menjadi pekerjaannya sehari-hari lantas ia tetap mengutamakan sekolah. Jarak tidak menjadi halangan baginya, meskipun ia tinggal di Padalarang, namun terkadnya untuk membantu orang tua tak pernah surut. Acap kali ia membawa cobeknya bersama adiknya. “ini, ujang usianya 6 tahun. Kadang-kadang suka ikutan jualan disini” kata Eneng polos. Ketika ditemui ia sedang berjualan bersama adiknya.
Setiap lampu berwarna merah menyala, Eneng bersama teman-temannya mulai melakukan aksinya mendekati mobil-mobil yang berjajar rapi. Sekedar menawarkan cobek, tak jarang harga cobek yang semula ditawarkan Rp. 30.000 bisa menjadi Rp. 50.000. itu semua karna pembeli merasa iba kepada eneng. “ya ga tentu kadang 50 ribu, kadang 100 ribu kalo rame. Tapi ngga laku juga sering, cuman meskipun ngga laku kadang ada yang suka ngasih” papar Eneng ketika ditanyakan mengenai penghasilannya setiap hari.
Sepasang mata wanita paruh baya itu selalu mengintai gerak-gerik Eneng kemanapun ia melangkah. Pengalaman yang tak mengenakkan pernah dialami Eneng dan teman-temannya seprofesinya. Pernah suatu ketika ia terkena razia Satpol PP pada sabtu malam. Setelah kejadian itu setiap hari ia berjualan di temani ibunya yang terus mengawasinya dari jauh, berharap agar kejadian itu bisa di antisipasi dan tak terulang kembali.
“pengen jadi orang sukses biar bisa bantu orang tua” kata eneng ketika ditanya harapannya kedepan. Sekolah tetap menjadi prioritas utamanya, namun jualan cobek juga tak pernah ia tinggalkan sekedar untuk memenuhi kebutuhannya. Tak ada sedikitpun guratan rasa lelah diwajahnya, senyumnya yang mengembang seakan menjadi pelipur lara bagi orang lain. Tak ingin dikasihani Eneng terlihat ikhlas menjalani pekerjaannya itu. Ia pun kembali beranjak berjualan setelah ibunya mondar-mandir melihatnya berbicara dengan orang asing.
             

0 komentar:

Posting Komentar

sebuahramasebuahcerita.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.